INDOZONE.ID - Karena peran besarnya dalam memimpin perjuangan masyarakat Jawa pada masa itu, Pangeran Diponegoro menjadi salah satu tokoh perjuangan abad ke-19.
Sejarah Pulau Jawa, dan bahkan seluruh Indonesia, diwarnai oleh Perang Jawa, yang berlangsung dari 1825 hingga 1830. Untuk pertama kalinya, bagian besar pulau terlibat dalam pemberontakan sosial.
Hampir 200.000 orang Jawa tewas dalam peperangan, dan seperampat dari pulau tersebut mengalami kerusakan besar.
Selain itu, peperangan juga berdampak pada Belanda: 8.000 tentara Eropa dan 7000 tentara Indonesia terbunuh, dan Belanda menghabiskan sekitar 20 juta gulden untuk membiayai seluruh biaya Perang Jawa.
Jadi, pada dasarnya antara kedua belah pihak juga mengalami kerugian material maupun non material.
Daendels meletakkan landasan pemerintahan yang lebih modern dengan memasukkan elit Jawa ke dalam sistem administrasi kolonial dan melakukan reorganisasi sebagai pembawa gagasan revolusi Perancis.
Pangeran Diponegoro merasa prihatin dengan keadaan negaranya karena perubahan besar yang menyebabkan tatanan Jawa runtuh. Kembalinya tatanan Jawa seperti sebelum reformasi Daendels pada tahun 1808 adalah salah satu tuntutan Pangeran Diponegoro.
Masyarakat Jawa pada abad ke-19 menganggap Pangeran Diponegoro sebagai Ratu Adil. Pangeran Diponegoro sangat terpengaruh oleh peran Sultan Agung sebagai raja yang arif dan bijaksana dalam sejarah Jawa.
Memang, banyak tingkah laku sang pangeran sebagai seorang pemimpin selama Perang Jawa sesuai dengan sifat seorang raja yang arif dan bijaksana yang dimiliki orang Jawa.
Baca Juga: Prabowo Berencana Pindahkan Makam Pangeran Diponegoro, Begini Reaksi Sejarawan
Rakyat kehilangan pemimpin yang dapat mengayomi mereka karena pengaruh Barat semakin merajalela dan keraton kehilangan kontrol.
Rakyat kemudian beralih ke Pangeran Diponegoro, yang lebih memahami keadaan dan kebutuhan rakyat. Mereka percaya bahwa Pangeran Diponegoro adalah orang yang dapat membantu mereka melalui masa sulit ini menuju masa kejayaan.
Pangeran Diponegoro memiliki pesona karena ia mampu berdiri di tengah-tengah masyarakat yang dipengaruhi oleh pengaruh Barat yang semakin kuat. Situasi seperti ini telah ada sejak pemerintahan residen Daendels.
Strategi Pangeran Diponegoro adalah memperoleh wilayah kesultanan dan kemudian mengusir orang Belanda dan Cina dari Keraton Kesultanan Yogyakarta.
Ia bertujuan untuk mengembalikan kembali tatanan dan kebiasaan Jawa yang ada di keraton dan masyarakat Jawa.
Tentara Hindia Belanda terkejut dengan kedatangan pasukan Diponegoro, dan para pembesar kesultanan dan pemerintah Hindia panik. Karena kekuatan yang tidak seimbang, Residen Smissaert segera melaporkan kepada Jenderal de Kock.
Gudang logistik juga dijarah dan diangkut ke luar kota selama penyerbuan pasukan Diponegoro. Karena penjarahan, sebagian besar penduduk Yogyakarta kekurangan makanan.
Sultan Hamengkubuwono V berhasil ditangkap, dan pasukan pengawal keraton berhasil mempertahankan Keraton Yogyakarta tanpa mengalami kerusakan yang signifikan. Selama tujuh hari, pasukan Diponegoro berhasil menduduki Yogyakarta.
Jenderal de Kock ditugaskan sebagai Komisaris Pemerintah untuk Kesultanan dan Kesunanan Yogyakarta dengan kekuasaan penuh untuk menumpas pemberontakan.
Ia mengumpulkan pasukan dari seluruh Nusantara dan merancang operasi besar untuk merebut kembali Yogyakarta serta menghancurkan markas Pangeran Diponegoro di Selarong.
Namun, ketika Selarong diserang, Diponegoro telah melarikan diri, menyebabkan perang berlarut-larut.
Selama dua tahun operasi militer de Kock tidak menunjukkan kemajuan berarti. Meski beberapa pemimpin pasukan Diponegoro tertangkap atau menyerah, sebagian besar wilayah Yogyakarta masih dikuasai oleh Diponegoro hingga tahun 1826.
Kekalahan Diponegoro pada 1830 memungkinkan Belanda menerapkan Cultivation System (tanam paksa) yang menguntungkan Belanda secara ekonomi, namun merugikan rakyat Jawa.
Baca Juga: Dulunya Angker, Pohon Ini Jadi 'Keramat' Karena Pernah Dipijak Pangeran Diponegoro!
Situasi pasca-perang memperkuat kekhawatiran Diponegoro terhadap ketidakadilan kolonial dalam perdagangan.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Dewi, V. M. (2020). Pangeran Diponegoro Dalam Perang Jawa