Sejarah Cadaver dari Masa ke Masa, Sempat Dilarang dan Jadi Pemicu Aksi Pencurian Mayat hingga Pembunuhan
INDOZONE.ID - Usai ramai kasus penemuan mayat di Universitas Prima Medan, Sumatera Utara, masyarakat Indonesia dibuat menduga-duga latar belakang mayat tersebut. Banyak diantaranya yang berspekulasi bahwa mayat tersebut merupakan cadaver. Lantas, apa itu cadaver?
Secara singkat, cadaver merupakan mayat manusia yang biasa digunakan oleh mahasiswa kedokteran, dokter maupun ilmuwan lain untuk mempelajari anatomi, mengidentifikasi lokasi penyakit, menentukan penyebab kematian dan menyediakan jaringan untuk memperbaiki cacat pada manusia yang hidup.
Dalam praktiknya, tak hanya profesional dunia medis saja yang menggunakan mayat sebagai media belajar. Profesi lain yang juga sering bersinggungan dengan mayat adalah arkeologi dan seni.
Baca Juga: Benedict Arnold: dari Pahlawan Revolusi ke Pengkhianat Terbesar dalam Sejarah Amerika Serikat!
Perkembangan Penggunaan Cadaver dalam Dunia Pendidikan
Penggunaan cadaver dalam dunia pendidikan telah dilakukan sejak zaman dulu. Selama berabad-abad lalu, para dokter Yunani Kuno telah banyak mempelajari dan mengembangkan informasi terkait tubuh manusia. Puncak perkembangan ilmu medis Yunani ditandai dengan berdirinya sekolah kedokteran Yunani di Alexandria pada abad ke-3 SM.
Pada masa itu, pandangan moral dan agama menjadi hambatan utama para dokter kuno untuk meneliti lebih jauh anatomi manusia. Meskipun demikian, Herophilus dari Chalcedon dan Erasistratus dari Ceos dengan nekat mengabaikan hal tersebut dengan melakukan pembedahan manusia untuk tujuan memperluas khasanah ilmu anatomi.
Untuk menyukseskan rencana penelitiannya, Herophilus dan Erasistratus meminta perlindungan kerajaan. Para penguasa Yunani yang saat itu berambisi menjadikan Alexandria sebagai pusat ilmu pengetahuan pun akhirnya memutuskan untuk menyerahkan jasad para penjahat yang dieksekusi untuk keperluan penelitian Herophilus dan Erasistratus.
Baca Juga: Mengenal Angrboda, Istri Loki yang Merupakan Simbol Kekuatan Alam Liar
Namun, setelah kematian Herophilus dan Erasistratus, pembedahan manusia seketika menjadi terlupakan. Hal ini diperkirakan karena muncul gagasan baru yang menyatakan bahwa pembedahan manusia tidak memiliki manfaat ilmiah dalam ilmu anatomi dan hasil klinis yang diinginkan dapat diperoleh melalui observasi yang dilakukan secara tidak langsung.
Para dokter dari generasi baru pun akhirnya semakin beralih ke analisis klinis dengan menjadikan rincian teks-teks dari masa lalu sebagai acuan. Jejak praktik pembedahan manusia pada akhirnya benar-benar hilang bersamaan dengan terbakarnya perpustakaan Alexandria pada tahun 389 M.
Faktor lain yang menyebabkan pembedahan manusia menjadi semakin ditinggalkan adalah semakin menguatnya pengaruh agama Kristen di Eropa. Pada abad pertengahan, perkembangan pemikiran dan penelitian rasional dilumpuhkan oleh otoritas gereja. Hal ini pun menyebabkan para dokter hanya dapat mengacu pada gagasan-gagasan tokoh terkemuka dari masa lalu tanpa mempedulikan kevalidan ilmiah gagasan tersebut.
Baca Juga: Mengenal Angrboda, Istri Loki yang Merupakan Simbol Kekuatan Alam Liar
Selama periode tersebut, daripada penelitian ilmiah, masyarakat Eropa lebih mementingkan kesucian gereja. Praktik pembedahan manusia yang dianggap sebagai bentuk penghujatan pun akhirnya dilarang dilakukan.
Meskipun pembedahan terhadap manusia telah dilarang, pada abad ke-11 M, pembedahan hewan mulai kembali bermunculan. Pasca ditinggalkan selama 1.700 tahun lamanya, pada tahun 1315, untuk pertama kalinya sejak kematian Herophilus dan Erasistratus, pembedahan manusia untuk mempelajari anatomi kembali dilakukan di Universitas Bologna, Italia.
Seiring berjalannya waktu, ukuran sesi untuk melihat pembedahan anatomi secara langsung semakin bertambah. Cakupan pesertanya pun tidak hanya terbatas pada akademisi saja, tetapi juga masyarakat umum.
Baca Juga: Menelisik Mitos Sandekala: Asal-Usul Pamali Keluar Rumah di Waktu Maghrib
Untuk menampung orang banyak tersebut, teater anatomi dibangun. Teater anatomi permanen pertama yang dibangun untuk pembedahan anatomi publik dirancang oleh Fabricius ab Aquapendente pada tahun 1594 di Universitas Padua.
Pembangunan teater anatomi ini kemudian diikuti oleh universitas lain, diantaranya Universitas pada tahun 1595, Universitas Leiden pada tahun 1596 dan Universitas Paris pada tahun 1604.
Muncul Aksi Pencurian Mayat
Masa keemasan ilmu anatomi sebenarnya terjadi pada akhir abad ke-18 dan ke-19. Memasuki abad ke-20, profesi medis semakin banyak diminati karena dipandang terhormat, terutama di Inggris dan Amerika Serikat.
Misalnya saja di Inggris, seiring berjalannya waktu, pemahaman bahwa studi anatomi dapat memperluas pengetahuan medis menyebabkan pihak gereja yang masih tak begitu menyukai pembedahan manusia pun akhirnya mengizinkan dilakukannya beberapa prosedur pembedahan.
Pada pertengahan tahun 1700-an, para pemuda yang ingin mempelajari anatomi lebih dalam berbondong-bondong melanjutkan pendidikan ke sekolah kedokteran yang baru didirikan. Untuk memenuhi kebutuhan praktik pembedahan, jenazah para penjahat yang dieksekusi diserahkan ke pihak sekolah kedokteran.
Namun, karena jumlah cadaver yang terbilang jauh lebih sedikit dan tak sebanding dengan jumlah mahasiswa kedokteran yang sangat banyak, praktik pembedahan pun menjadi terhambat. Hal ini pun menyebabkan beberapa mahasiswa, baik di Inggris maupun Amerika Serikat, melakukan aksi nekat dengan menggali mayat-mayat yang baru dikuburkan dan menyelundupkan mayat tersebut ke dalam sekolah untuk dilakukan pembedahan dengan siswa yang lain.
Baca Juga: Dinasti Qin, Dinasti Pertama yang Menyatukan China
Aksi pencurian mayat ini berlangsung terus menerus, hingga tak lama kemudian, muncul sebuah kelompok yang menyebut diri mereka sebagai “Resurrectionists” atau “Penganut Kebangkitan”. Kelompok ini mengembangkan serangkaian strategi untuk memudahkan aksi mencuri mayat.
Kelompok ini akan menggali lubang di bagian atas kuburan dan mengeluarkan mayatnya dengan pengait. Setelah berhasil mengeluarkan mayat tersebut, mereka akan menanggalkan pakaian dan barang-barang berharga dari mayat tersebut, meninggalkannya di samping kuburan yang telah kosong.
Kelompok ini percaya bahwa merampok barang milik mayat adalah tindakan ilegal tetapi tidak dengan mencuri mayat itu sendiri. Serangkaian aksi pencurian mayat ini menyulut amarah masyarakat.
Baca Juga: Mengenal 'Red Sprite', Fenomena Langit Paling Misterius Muncul saat Badai Petir Besar
Karena hal ini, untuk melindungi jenazah orang-orang yang mereka cintai, masyarakat mulai menguburkan jenazah dengan menggunakan peti mati logam atau menutupi kuburan tersebut dengan batu besar dan/atau disemen. Dalam sebuah kasus, untuk menghalangi para pencuri, seorang ayah nekat mengisi peti mati anaknya dengan bubuk mesiu.
Namun, amarah masyarakat tidak menimbulkan efek yang berdampak. Permintaan akan mayat terus meningkat dan aksi pencurian pun terus berlanjut. Tak hanya para mahasiswa, beberapa masyarakat umum juga mulai mencuri mayat untuk kemudian diperdagangkan.
Kegilaan semakin menjadi-jadi saat para pencuri mayat mulai nekat membunuh untuk mencari keuntungannya sendiri. Kasus yang paling terkenal dalam hal ini adalah komplotan pembunuh William Burke dan William Hare pada tahun 1827.
Baca Juga: Kisah Legenda Teru Teru Bozu, Boneka Putih Penangkal Hujan dari Jepang
Hare merupakan seorang pemilik rumah penginapan di Edinburgh, Skotlandia. Pada suatu waktu, ketika seorang tamu meninggal dengan tagihan yang belum dibayar, Hare dan Burke menjual jenazah tamunya tersebut ke sekolah kedokteran setempat.
Menyadari bahwa keuntungan menjual mayat jauh yang lebih besar daripada menjalankan bisnis penginapan, Hare dan Burke pun nekat membunuh penyewa lain yang datang ke penginapannya. Saat ditangkap pada tahun 1828, diketahui bahwa keduanya telah membunuh 16 orang.
Ironisnya, setelah dieksekusi atas kejahatannya, jasad William Burke dibedah di depan umum dan hingga saat ini tengkoraknya masih terpajang di Edinburgh College of Surgeons.
Baca Juga: Kisah Legenda Teru Teru Bozu, Boneka Putih Penangkal Hujan dari Jepang
Pengesahan Undang-Undang Baru untuk Mencegah Pencurian Mayat
Aksi pencurian mayat yang semakin merajalela membuat pertentangan masyarakat akan praktik pembedahan pada manusia semakin meningkat. Untuk mencegah aksi pencurian mayat yang semakin ekstrim dan menenangkan kemarahan masyarakat, undang-undang baru pun disahkan.
Pada tahun 1752, sebagai langkah untuk menyediakan pasokan cadaver yang cukup dan legal, Inggris mengeluarkan undang-undang yang melegalkan pembedahan tubuh pembunuh yang dieksekusi dan memperluas variasi kejahatan yang dapat dihukum dengan cara digantung.
Peraturan serupa juga diberlakukan di New York. Kerusuhan yang terjadi di Rumah Sakit New York pada tahun 1788 menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi pengesahan undang-undang tahun 1789 yang melarang aksi perampokan makam.
Undang-undang ini juga memperluas variasi kejahatan yang dapat dijatuhi hukuman pidana mati sekaligus pembedahan. Dimana sebelum undang-undang ini disahkan, pembunuhan menjadi satu-satunya kejahatan yang dapat dijatuhi hukuman mati. Namun, setelah pengesahan undang-undang ini, pelaku kejahatan perampokan dan pembakaran yang dieksekusi juga dihukum dengan pembedahan.
Namun, lagi-lagi jenazah para penjahat ini tetap tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan penelitian sehingga aksi pencurian mayat pun terus berlanjut. Aksi pencurian mayat di Inggris dan Amerika Serikat baru benar-benar dapat dibatasi setelah pemberlakuan Undang-Undang Anatomi.
Undang-undang ini mengizinkan pembedahan medis terhadap semua jenazah yang tidak diklaim dari lembaga yang dikelola pemerintah, seperti rumah sakit amal, rumah sakit jiwa dan penjara. Selain itu, keluarga mendiang juga dapat menyumbangkan jenazah ke sekolah kedokteran secara langsung.
Undang-Undang Anatomi Warburton Inggris tahun 1832 menambahkan ketentuan tambahan bahwa tubuh penjahat yang dieksekusi tidak lagi diperbolehkan digunakan untuk pembedahan.
Serupa dengan hal tersebut, meskipun tidak secara eksplisit melarang pembedahan terhadap tubuh penjahat yang dieksekusi, Massachusetts juga mengesahkan Undang-Undang Anatomi pada tahun 1830 dan 1833.
Pada tahun 1968, untuk melindungi kepentingan donor seluruh tubuh dan keluarga mereka, Undang-Undang “Uniform Anatomical Gift” resmi disahkan.
Baca Juga: 'The Most Beautiful Suicide', Potret Bunuh Diri Evelyn McHale yang Mendunia dan Kontroversial
Selama akhir abad ke-20, promosi donasi seluruh tubuh untuk tujuan studi anatomi mulai dilakukan di berbagai belahan dunia. Promosi inipun terbilang sukses dan mampu mengubah persepsi masyarakat mengenai donasi seluruh tubuh. Seringkali, para profesional medis akan mendonasikan tubuh mereka sendiri karena mereka adalah orang-orang yang paling paham nilai dari mayat.
Mayat dapat menambah wawasan tentang anatomi manusia, memberikan informasi tentang bagaimana penyakit hingga memungkinkan ahli bedah dan dokter untuk berlatih dan menyempurnakan teknik. Selain itu, mayat juga memungkinkan para peneliti untuk mengembangkan perangkat medis dan meningkatkan sistem pengiriman obat dalam tubuh.
Writer: Ananda Fachreza Lubis
Konten ini adalah kiriman dari Z Creators Indozone. Yuk bikin cerita dan konten serumu serta dapatkan berbagai reward menarik! Let's join Z Creators dengan klik di sini.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Journal Anatomy & Cell Biology