INDOZONE.ID - M18 Claymore atau yang lebih sering disebut Claymore saja, bukanlah sekedar seonggok besi tua yang menyemburkan peluru. Ia adalah mesin perang yang tersembunyi dalam bungkus plastik hijau keabu-abuan, menunggu momen untuk melepaskan 700 anak panah baja ke segala penjuru dengan kecepatan mematikan.
Jangkauannya bisa sejauh 200 meter, dan lebarnya bisa mencakup 50 meter. Artinya, dalam sekejap, ia bisa mengubah lanskap pertempuran menjadi hujan peluru yang menari-nari mencari daging manusia.
Kisah Claymore dimulai pada akhir 1950-an. Amerika Serikat, yang sedang sibuk berperang di Vietnam, membutuhkan senjata baru untuk menghadapi taktik gerilya Vietcong yang licin dan mematikan.
Senjata konvensional terbukti tidak efektif. Para pemberontak kerap muncul dari balik semak belukar, menyerang dengan cepat, lalu menghilang tanpa jejak. Militer AS butuh sesuatu yang berbeda, sesuatu yang brutal, sesuatu yang bisa membuat musuh berpikir dua kali sebelum menerjang.
Maka lahirlah Claymore. Inspirasinya berasal dari pedang legendaris Skotlandia dengan nama yang sama. Namun, Claymore modern ini tidak terbuat dari baja dan gagang kayu, melainkan dari plastik dan diisi dengan bola-bola baja mematikan.
Ia tidak diayunkan oleh tangan ksatria berbadan tegap, melainkan diledakkan dari tanah, menunggu mangsanya dengan sabar.
Baca Juga: Sering Diganggu Makhluk Tak Kasat Mata, Coba Gunakan 5 Benda Penangkal yang Dipercaya Masyarakat Ini
Senjata ini langsung mendapat tempat di hati para tentara AS. Di tangan yang tepat, Claymore bisa menjadi malaikat penyelamat, menghentikan serangan musuh yang datang berbondong-bondong.
Ia membabat habis barisan Vietcong yang menyerbu dari hutan, menciptakan ruang tembak yang aman bagi pasukan AS. Ia menjadi mimpi buruk bagi para pemberontak, momok yang menghantui setiap langkah mereka di medan perang.
Namun, seperti pisau bermata dua, Claymore juga menuai kontroversi. Kekuatannya yang tak terbantahkan diiringi dengan potensi menimbulkan kerusakan yang tak terkira. Korban sipil tak luput dari jangkauannya.
Baca Juga: Kisah Horor di Balik Hutan Aokigahara di Jepang: Tempat Terkenal untuk Bunuh Diri
Anak-anak yang bermain di reruntuhan bangunan, petani yang sedang bertani di sawah, bahkan orang-orang yang melintas tanpa sengaja, bisa tersapu oleh hujan peluru mematikan yang dilepaskan Claymore.
Kritik pun berdatangan. Para aktivis HAM menyebut Claymore sebagai senjata biadab, senjata yang tidak pandang bulu dan melanggar prinsip-prinsip perang yang bermartabat. Mereka mendesak agar senjata ini dihapuskan dari gudang senjata dan diganti dengan yang lebih manusiawi.
Tapi, perang memang tak pernah manusiawi. Dan para jenderal, yang terikat pada tanggung jawab memenangkan pertempuran, seringkali menutup telinga terhadap teriakan para aktivis. Bagi mereka, Claymore adalah alat yang ampuh, dan terkadang, itulah yang dibutuhkan untuk memenangkan sebuah perang.
Baca Juga: Teori Segitiga Bermuda, Wilayah yang Kerap Disebut Berbahaya dengan Tragedi-tragedi Mengerikan
Dilema ini terus menghantui Claymore hingga hari ini. Ia masih menjejali gudang senjata banyak negara, termasuk Indonesia. Meski penggunaannya diatur ketat, bayang-bayang korban sipil dan potensi jatuh ke tangan yang salah terus menghantui.
Akankah Claymore dipensiunkan suatu hari nanti? Akankah ia menyusul senjata-senjata brutal lainnya ke museum perang, menjadi artefak masa lalu yang kelam? Atau akankah ia terus menghantui medan perang, menebar mimpi buruk dan kontroversi di setiap ledakannya?
Jawabannya ada di tangan kita. Di tangan para pemimpin yang memutuskan, di tangan para tentara yang menggunakannya, dan di tangan kita semua yang terus menyuarakan pentingnya melindungi nyawa manusia, siapapun dan dimanapun mereka berada.
Kisah Claymore belum usai. Ia masih menjadi bagian dari cerita perang yang panjang dan berdarah. Dan semoga saja, di lembaran-lembaran berikutnya, akan tertuliskan bagaimana manusia akhirnya berhasil mengendalikan mesin perang ciptaannya sendiri, dan memilih jalan damai, meski jalan itu terasa jauh lebih terjal.
Writer: Ananda Fachreza Lubis
Konten ini adalah kiriman dari Z Creators Indozone.Yuk bikin cerita dan konten serumu serta dapatkan berbagai reward menarik! Let's join Z Creators dengan klik di sini.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Coffee Ordie