Sosok Ade Sara dan para pelakunya. (Istimewa)
Pada 5 Maret 2014 pukul 05.00 WIB, seorang petugas derek menemukan tubuh tak bernyawa Ade. Melalui gelang Java Jazz, sidik jari, dan E-KTP, identitasnya berhasil terungkap.
Hasil otopsi menunjukkan bahwa ia meninggal karena sesak napas akibat kertas koran yang menyumbat tenggorokannya, dengan luka lebam dibeberapa bagian tubuh.
Saat kabar kematian ini menyebar, Hafitd dan Assyifa sempat berpura-pura terkejut dan menyampaikan belasungkawa di media sosial. Namun, polisi yang telah mencurigai keduanya langsung bertindak cepat.
Hafitd akhirnya diamankan saat ia datang untuk melayat jenazah Ade di RS Cipto Mangunkusumo, sementara Assyifa ditangkap saat mengikuti kegiatan di kampusnya.
Saat ditangkap, beredar foto kalau salah satu tersangka Assyifa terlihat tersenyum ke arah kamera. Hal itu sempat membuat publik semakin geram kepada para pelaku.
Baca Juga: Fakta Menarik Carstensz Pyramid, Gunung Ekstrem di Indonesia yang Masuk Seven Summits
Vonis Seumur Hidup untuk Pasangan Pembunuh
Dalam persidangan, terungkap bahwa motif utama Hafitd adalah amarah dan dendam karena Ade enggan untuk berkomunikasi dengannya. Sementara itu, Assyifa terobsesi untuk mempertahankan hubungan dan takut Hafitd kembali ke pelukan sang mantan kekasih.
Pada 9 Desember 2014, pengadilan menjatuhkan vonis 20 tahun penjara kepada keduanya atas pembunuhan berencana berdasarkan Pasal 340 KUHP.
Namun, Mahkamah Agung kemudian memperberat hukuman menjadi penjara seumur hidup pada 9 Juli 2015, menjadikan mereka salah satu pelaku termuda dengan vonis terberat dalam sejarah kriminal Indonesia pada saat itu.
Tragedi ini menjadi pengingat betapa berbahayanya obsesi dan kecemburuan yang tidak terkendali, dapat berujung pada tindakan keji yang tak termaafkan.
Penulis: Eliani Kusnedi
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Instagram/detectives_id