Kategori Berita
Media Network
Selasa, 17 JUNI 2025 • 14:10 WIB

Saminisme: Ketika Diam Jadi Perlawanan Radikal Petani Jawa di Abad 19

Masyarakat Samin di Kabupaten Blora (Sumber Foto: Louisalx.blogspot.com)

INDOZONE.ID - Di antara deretan desa yang tenang di Blora, Jawa Tengah, seorang petani bersorban sederhana berdiri di depan sekelompok warga. 

Ia bukan bangsawan, bukan pula pejabat kolonial. Tapi tutur katanya membuat orang-orang menunduk—bukan karena takut, tapi karena rasa hormat yang lahir dari kejujuran dan kesahajaan.

Namanya Samin Surosentiko. Lahir pada 1859, Surontiko Samin, begitu nama aslinya, adalah satu dari banyak petani kecil yang hidup dalam bayang-bayang pemerintah kolonial Hindia Belanda. 

Saat itu, hutan jati di kawasan Blora dan Bojonegoro bukan lagi milik bersama. Belanda menutup akses, menetapkan pajak, dan mengontrol segala aktivitas warga desa, bahkan untuk sekadar mengambil kayu bakar. Namun Samin memilih jalan yang berbeda. 

Ia tidak mengangkat senjata. Ia tak menghasut orang untuk membakar gudang kolonial. Tapi ia mengajarkan warganya satu hal: jangan bayar pajak jika itu tidak adil. 

Baca juga: 5 Zodiak yang Selalu Tampil Tenang meski Lagi Kacau Batin

Ambil kayu secukupnya jika itu untuk hidup. Dan hadapilah aparat dengan kepala tegak, tanpa rasa takut.

Gerakan ini kemudian dikenal sebagai Saminisme—suatu bentuk perlawanan sipil yang sangat langka dalam sejarah kolonialisme Indonesia. 

Tidak ada doktrin tertulis. Tidak ada manifesto politik. Ajarannya diwariskan dari mulut ke mulut: “Ora nyolong, ora ngapusi, ora mata-mata” — jangan mencuri, jangan berbohong, dan jangan menjadi mata-mata. 

Bagi Samin, melawan berarti tetap hidup jujur meski negara menindas. Ia percaya, hukum moral lebih tinggi dari hukum negara. 

Warga yang mengikuti ajarannya disebut “sedulur sikep”. Mereka membentuk komunitas mandiri, menolak kebijakan kolonial, tapi tetap menjalani hidup damai dan tertib. 

Tak heran, banyak aparat kolonial yang justru bingung menghadapi mereka. Bagaimana cara menaklukkan sekelompok petani yang tidak melawan tapi juga tidak tunduk?

Baca juga: 5 Arti Mimpi Dicopet Menurut Primbon Jawa: Pertanda Baik atau Buruk?

Pada awal abad ke-20, pengikut Samin tersebar hingga Bojonegoro, Pati, Kudus, dan Ngawi. Pemerintah kolonial mulai gusar. 

Pada tahun 1907, Surontiko Samin ditangkap dan dibuang ke Padang, Sumatera Barat. Ia meninggal di pengasingan pada 1914. Tapi ajarannya tak mati. 

Hari ini, di desa-desa kecil seperti Klopodhuwur di Blora, masih hidup keluarga-keluarga yang menyebut diri mereka sedulur sikep. Mereka tidak memakai label ideologi besar, tidak mengaku penganut agama formal, tapi hidup dengan prinsip lama: jujur, damai, dan menyatu dengan alam. 

Saminisme bukan hanya catatan kaki dalam buku sejarah kolonial. Ia adalah pengingat bahwa di masa lalu, perlawanan tidak selalu muncul dari barikade atau senapan. 

Kadang, ia lahir dari ladang, dari cangkul, dari petani yang menolak tunduk tapi juga enggan melukai. Dan mungkin, itulah bentuk keberanian paling murni.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: Jurnal Unisia

BERITA TERKAIT
BERITA TERBARU

Saminisme: Ketika Diam Jadi Perlawanan Radikal Petani Jawa di Abad 19

Link berhasil disalin!