Meskipun begitu, banyak anak-anak dari kraton yang belajar di pesantren Modjo, tempat yang dipimpin oleh Kiai Modjo. Ia juga menikah dengan R.A. Mangubumi dan dikaruniai anak.
Baca Juga: Dari Zikir ke Medan Perang : Tarekat Sufi di Balik Perang Padri dan Perang Diponegoro
Kiai Modjo menuntut ilmu agama Islam di Gading Santren, Klaten, di bawah bimbingan Kiai Syarifuddin, selain juga mendapatkan pengajaran langsung dari ayahnya.
Setelah ayahnya wafat, Kiai Modjo meneruskan pekerjaan ayahnya mengajar di pesantren Modjo dan ikut serta menyebarkan pengaruh Islam dari kalangan keraton.
Dengan latar belakang pendidikan agama yang mendalam ini, Kiai Modjo menjadi seorang ulama yang sangat dihormati dan berpengaruh di kalangan masyarakat Pajang.
Ia dikenal sebagai ulama kharismatik yang memiliki banyak pengikut dan pernah diamanahi berbagai jabatan penting, seperti patih, penghulu, dan jaksa di Pajang.
Berlawanan dengan latar belakang ini, Kiai Modjo menjadi sarjana yang dihormati dan berpengaruh di Pajang.
Ia dikenal sebagai sarjana karismatik dengan banyak pendukung dan mempercayakan berbagai posisi penting seperti patih, penghulu, dan jaksa penuntut.
Sejak awal runtuhnya Perang Jawa pada tahun 1825, Kiai Modjo telah menjadi salah satu tokoh kunci dalam struktur markas dan ideologis Pangeran Diponegoro.
Dia bukan hanya seorang sarjana kunci yang dihormati karena kedalaman studi agama, tetapi juga seorang komandan perang dan penasihat spiritual terpenting Diponegoro.
Dalam struktur tempur, Kiai Modjo menjadi orang yang membawa perlawanan militer bersama dengan visi Jihad-Fi-Sabilillah, yang melekat dalam kisah perang ini.
Dia membenarkan bahwa pertarungan dengan Belanda tidak hanya konflik politik, tetapi juga bagian dari tugas moral dan spiritual Muslim, mempertahankan bagian dari keadilan.
Ketika Pangeran Diponegoro terlibat dalam konflik dengan pemerintah kolonial Belanda, Kiai Modjo bergabung dengan barisan dari hari pertama, di Gua Seralon dan menyelamatkannya.
Kiai Modjo menegaskan bahwa strategi gerilya harus dilaksanakan untuk melawan Belanda.
Selain itu, dia juga membantu Pangeran Diponegoro dalam negosiasi utama dengan Belanda pada 29 Agustus 1827 di Klaten.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Ma'ruf, A. (2018). PERJUANGAN PANGERAN DIPONEGORO, Ma'u, D. H., & Rosdalina B. (2023). Kyai Modjo, Tanabora, Y. E. (2021). KYAI MOJO DAN POLITIK KHILAFAH