Kisah Bajak Laut Pilatu dari Tobelo dan Galela: Penguasa Perairan Maluku, Berseteru dengan Armada VOC
INDOZONE.ID - Buat kamu yang senang nonton film bajak laut seperti "Pirates of the Caribbean' atau para kru topi jerami dalam One Piece live action, percayalah bila perairan Indonesia juga pernah dikuasai bajak laut ganas.
Salah satunya bajak laut dari Tobelo dan Galela, di wilayah Maluku Utara. Sepanjang sejarah, mereka dikenal ganas dengan pemimpin bajak laut yang kejam, seperti Pilatu.
Pilatu dan beberapa pemimpin lainnya merupakan bajak laut asli Tobelo dan Galela yang terkenal sadis, membuat pejabat VOC atau Hinda Belanda geram. Bahkan sempat ditentang oleh organisasi anti bajak laut di era 1878.
Berikut ini ada beberapa kisah bajak laut tersebut.
Baca Juga: Ketegasan Bajak Laut Wanita Asal China, Cheng I Sao
Masyarakat Tobelo dan Galela yang awalnya damai dan baik
Dahulu kala di Pulau Halmahera, khususnya di ujung utara pulau tersebut, terdapat perkampungan nelayan yang menggantungkan kehidupan mereka pada hasil tangkapan ikan di laut.
Dua perkampungan nelayan yang paling dikenal di antara mereka adalah Tobelo dan Galela. Meskipun kedua perkampungan ini memiliki budaya, keyakinan, pemimpin, dan rumah adat yang berbeda, mereka terlihat sebagai satu komunitas yang kuat, meskipun terkadang ada ketegangan antara mereka.
Kedua perkampungan ini memiliki keyakinan bahwa nenek moyang mereka diciptakan oleh Jou Giki Moi. Oleh karena itu, perselisihan yang muncul biasanya segera diselesaikan sesuai dengan adat dan tradisi mereka.
Konsep Canga
Salah satu aspek unik dari komunitas Tobelo dan Galela adalah konsep "Canga," yang mengacu pada wilayah tangkapan ikan masing-masing komunitas nelayan.
Baca Juga: Port Royal, Kota Bajak Laut Yang Hancur Karena Gempa Dahsyat
Artinya, siapa pun yang memasuki wilayah tangkapan ikan "tentorial" milik orang lain akan dikenai sanksi adat berupa "Pemberian ngase/ngasi" kepada pemilik wilayah tangkapan tersebut.
Diserang bajak laut Filiphina
Masyarakat yang hidup damai ini berlanjut selama bertahun-tahun, hingga era pelayaran internasional tiba. Pada saat itu, muncul bajak laut dari wilayah utara, yaitu Kepulauan Filipina. Para perompak ini dikenal sebagai bajak laut Balangingi dan bajak laut Mindanao.
Kedatangan mereka mengganggu perdamaian yang telah berlangsung selama berabad-abad. Bajak laut ini merampas, membunuh, dan membakar perahu nelayan. Di daratan, mereka merampok dan melakukan kejahatan lainnya, termasuk pemerkosaan dan penculikan.
Kekejamannya membuat masyarakat Tobelo dan Galela terpukul dan terpaksa meninggalkan kehidupan mereka yang sebelumnya makmur. Mereka kemudian mendirikan perkampungan baru di darat dan mulai bertani untuk bertahan hidup.
Baca Juga: Pilatu, Pemimpin Bajak Laut asal Maluku yang Ditakuti Belanda
Mengambil langkah dari pemikiran tersebut, mereka mencari "rumah baru" sebagai tujuan eksodus jika wilayah Tobelo dan Galela direbut oleh bajak laut. Dengan semangat persatuan yang tinggi, mereka membangun perahu ekspedisi yang disebut "Yo Canga Canga" dan memutuskan untuk berlayar.
Pelaut Tobelo dan Galela juga ikutan jadi bajak laut
Namun, tak terduga, mereka bertemu dengan bajak laut Balangingi dan Mindanao di suatu tempat bernama Jere. Terjadi pertempuran sengit, dan akhirnya pelaut Tobelo dan Galela berhasil memenangkan pertempuran tersebut.
Namun, ada kesalahpahaman dalam perjanjian antara kedua belah pihak. Bajak laut Balangingi dan Mindanao menganggap bahwa pelaut Tobelo dan Galela bermaksud menjadi bajak laut juga. Padahal, mereka hanya bertempur untuk mempertahankan diri.
Meskipun begitu, anggapan ini membuat pelaut Tobelo dan Galela berpikir bahwa untuk memegang kekuasaan, mereka harus seperti bajak laut Balangingi dan Mindanao.
Baca Juga: Dodo, Burung Lucu Yang Tidak Bisa Terbang Punah Akibat Bajak Laut
Pilatu, sang bajak laut
Dalam waktu singkat, masyarakat Tobelo dan Galela berubah menjadi penjajah yang kejam. Mereka menjelajahi kepulauan timur Nusantara. Mereka memiliki banyak pemimpin sesuai dengan perkembangan zaman. Salah satunya adalah Pilatu.
Pilatu dan beberapa pemimpin lainnya merupakan bajak laut asli Tobelo dan Galela yang terkenal sadis, membuat pejabat VOC atau Hinda Belanda ketakutan.
Melansir dari LPM Mantra, Pilatu sendiri merupakan abdi setia Sultan Nuku Jou Barakati ketika berperang melawan VOC selama lima tahun sampai 1800 silam.
Ia bersama para pemimpin-pemimpin laut lainnya seperti Robodoi, Yoppi dan Lalaba menetap di Raja Ampat, Papua selama dua tahun, kemudian pindah ke Seram.
Baca Juga: Jolly Roger, Lambang Tengkorak Khas Para Bajak Laut
Ahli merampok dan membunuh
Pilatu dikenal sebagai bajak laut yang pandai merampok kapal-kapal dagang yang hendak pergi ke Ternate, Maluku Utara. Tidak hanya dirinya, para bajak laut dari Tobelo dan Galela.
Ia juga memiliki teknik membunuh yang berbeda dengan para perompak lainnya. Cara ia membunuh dengan menjepitkan tombak atau pedang di leher musuh hingga terlepas. Ia tidak menebas musuhnya.
Pilatu dan para bajak laut lainnya mendarat di perkampungan ketika kaum lelakinya tengah berlayar untuk berdagang. Rumah-rumah penduduk dibakar setelah harta bendanya dirampok. Sementara perempuan dan anak-anak ditangkap untuk dijadikan budak.
Bikin VOC Gerah
Karena aksi-aksi perompakan yang dilakukan para bajak laut asal Tobelo dan Galela begitu meresahkan, Pemerintah VOC atau Hindia Belanda mendekati para sultan Maluku dan meminta bantuan.
Baca Juga: Rahasia Kekayaan VOC saat Berkuasa di Nusantara, Mulai dari Janji hingga Eksploitasi
Salah satu yang didekati adalah Sultan asal Ternate Muhammad Arsya dan Sultan asal Bacan, Muhammad Sadik Syah. Namun usaha ini sia-sia semata.
Organisasi Anti Bajak Laut.
Untuk menanggulangi ulah bajak laut pimpinan Pilatu, Said Muhammad, seorang keturunan Arab yang bermukim di Makian, mengorganisasi sebuah badan anti bajak laut yang beranggotakan 125 orang di tahun 1878 . Kelompok ini mengejar dan menangkap para bajak laut yang ditemukannya.
Pada tahun pertama setelah badan ini berdiri, Said Muhammad dan anak buahnya berhasil menangkap 140 bajak laut Tobelo-Galela, yang langsung digiring ke Ternate.
Pasca keberhasilan kelompok Said Muhammad, Sultan dan Resimen Ternate mengeluarkan peraturan bersama yang mewajibkan semua perahu orang Galela dan Tobelo memiliki pas jalan apabila hendak berlayar. Perahu yang tidak memiliki pas jalan dianggap sebagai perahu bajak laut.
Baca Juga: Bartholomew Roberts, Bajak Laut Paling Sukses di Zamannya
Akhir kejayaan bajak laut Tobelo dan Galela
Kejayaan bajak laut Tobelo dan Galela akhirnya berakhir ketika terjadi perpecahan internal. Operasi bajak laut berhenti saat sebagian masyarakat Tobelo dan Galela menetap di pulau-pulau di selatan Pulau Halmahera.
Hingga abad ke-18, operasi Canga (bajak laut) oleh masyarakat Tobelo dan Galela berlangsung.
Makna filosofis dari ekspedisi Canga berubah menjadi perjuangan untuk bertahan hidup dalam zaman, tidak lagi berarti pembunuhan seperti yang terjadi di masa lalu.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: