Pasukan Inggris terdiri dari Resimen Infanteri ke-14, Sepoy, Artileri Sukarela ke-3, Pasukan Dragoon ke-22, Legiun Mangkunegaran, serta Pasukan Surakarta.
Meskipun pasukan Inggris relatif kecil, keunggulan dalam teknologi militer dan pengalaman perang menjadikan mereka sangat efektif.
Pertempuran pertama terjadi di sisi timur, melalui Jalan Juwinatan, di mana pasukan Sepoy terlibat tembak-menembak dengan pasukan Yogyakarta pimpinan Sumodiningrat.
Sementara itu, artileri Inggris membombardir Keraton dari arah barat, dan mendapat balasan dari meriam Sutabel Jawi.
Gillespie kemudian mengubah strategi dengan membagi pasukannya menjadi tiga arah serangan. Mayor Grant memimpin pasukan kecil di utara untuk mengecoh perhatian pasukan Yogyakarta.
Sementara itu, Letnan Kolonel Watson dan McLeod memimpin serangan utama dari timur laut, yang dianggap titik terlemah berdasarkan informasi dari Notokusumo.
Serangan ketiga datang dari selatan, dipimpin Letnan Kolonel Dewar bersama pasukan gabungan Sepoy, infanteri ringan, dan Legiun Mangkunegaran.
Penyerangan di front barat juga dibarengi penjarahan dan pembakaran di kediaman para bangsawan yang ditinggalkan. Gencatan senjata tidak resmi pada malam 19 Juni memberi waktu Inggris menyusun rencana akhir.
Notokusumo dan Tan Jin Sing kembali memandu Inggris ke titik-titik rentan pertahanan keraton.
Sementara pasukan utama menyerang Kadipaten, tempat tinggal Adipati Anom, Sultan justru menolak mengirim bantuan ke wilayah tersebut karena hubungan buruk dengan putranya.
Hal ini melemahkan pertahanan dan memberi celah bagi Inggris untuk mendobrak pertahanan Keraton.
Strategi terorganisir, informasi dari kolaborator lokal, serta lemahnya kohesi internal di tubuh Kesultanan menjadi faktor kunci keberhasilan Inggris dalam Geger Sepehi.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Jurnal Sejarah Dan Kebudayaan Islam