Pengasingan itu tidak membuat semangat juangnya padam. Meski jauh dari tanah Jawa, beliau tetap aktif berdakwah dan menulis, menunjukkan bahwa perjuangan tak mengenal tempat.
KH Ahmad Rifa’i wafat pada tahun 1870 di usia 84 tahun, di tanah pengasingan. Tapi pemikiran dan semangat perlawanan yang ia tanam tak ikut terkubur.
Justru, ajaran-ajarannya terus hidup melalui komunitas Rifa’iyah, yang hingga kini masih eksis di berbagai wilayah Indonesia, terutama di Jawa Tengah.
Meskipun belum sepopuler tokoh-tokoh pejuang fisik lain dalam buku sejarah sekolah, kontribusi KH Ahmad Rifa’i sangatlah besar.
Ia menunjukkan bahwa melawan penjajahan tidak harus dengan senjata, tapi bisa melalui pena, gagasan, dan keberanian moral. Ia adalah bukti nyata bahwa intelektualisme juga bisa menjadi alat perjuangan yang efektif dan berpengaruh.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Jurnal