Pabrik Gula Meritjan, yang berdiri sejak 1883, mengalami berbagai perubahan kebijakan dari era swastanisasi hingga masa kemerdekaan, dan kini beroperasi di bawah naungan PTPN X.
Berdirinya pabrik ini, terkait erat dengan kebijakan swastanisasi pada tahun 1870-an serta berdirinya perkebunan di Karesidenan Kediri di bawah pemerintahan Belanda.
Dikelola oleh NILM, Pabrik Gula Meritjan adalah salah satu dari sejumlah pabrik gula yang dimiliki oleh NILM di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Administrasi dan manajemen pabrik ini diatur sedemikian rupa untuk mendukung operasionalnya dengan mengikuti prinsip-prinsip manajemen yang dikenal pada masanya.
Faktor manusia, dana, bahan, mesin, dan metode menjadi kunci dalam mengelola pabrik gula. Para manajer Belanda yang terpelajar mengelola administrasi dan manajemen, sementara tenaga kerja lokal digunakan sebagai pekerja produksi.
Pendanaan pabrik ini berasal dari kerjasama antara pemerintah Hindia Belanda dan NILM, dengan didukung oleh modal swasta dan undang-undang agraria.
Pabrik Gula Meritjan memanfaatkan perkebunan tebu yang luas di Karesidenan Kediri sebagai sumber bahan baku. Dengan menggunakan mesin uap dan metode Sulfitasi, pabrik ini mampu memproduksi gula secara masif.
Namun, setelah meraih kesuksesan, pabrik ini juga mengalami tantangan di akhir tahun 1920-an akibat krisis ekonomi global pasca Perang Dunia II.
Pabrik Gula Meritjan memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian masyarakat Kediri dan sekitarnya. Sebagai salah satu pabrik gula terbesar pada masanya, keberadaannya tidak hanya memberikan lapangan kerja bagi masyarakat lokal tetapi juga menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut.
Didirikan di daerah yang subur dan berdekatan dengan Sungai Brantas, pabrik ini mampu memperoleh kuota penggilingan terbesar pada masanya.
Pembangunan infrastruktur transportasi seperti jaringan rel kereta api juga memfasilitasi distribusi gula ke berbagai wilayah, sehingga meningkatkan peran tenaga kerja lokal.
Pabrik Gula Meritjan dianggap sebagai salah satu inisiatif pembangunan ekonomi di pedesaan, terutama setelah disahkannya UU Agraria yang memungkinkan perusahaan swasta untuk menyewa tanah dari penduduk pribumi.
Namun, meskipun bertahan dalam krisis ekonomi global pada awal 1929 berkat manajemen yang terampil dan teknologi modern, kehadiran pabrik juga menciptakan ketidakseimbangan ekonomi bagi masyarakat pribumi akibat upah dan harga sewa yang tidak seimbang.
Selama masa-masa krisis ekonomi global, peran Pabrik Gula Meritjan menjadi penting karena terjadi penurunan lapangan pekerjaan bagi petani dan pekerja pabrik.
Setelah itu, pabrik tersebut diubah menjadi pabrik senjata saat Jepang menduduki wilayah tersebut.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: X/@infokediri