Kategori Berita
Media Network
Selasa, 23 APRIL 2024 • 14:51 WIB

Di Balik Peristiwa Geger Cilegon 1888: Pemberontakan Para Ulama Banten Melawan Hindia Belanda

Dalam konteks agama, Islam memainkan peran sentral dalam kehidupan masyarakat Banten, dengan pesantren dan tarekat menjadi pusat pendidikan dan organisasi keagamaan.

Tarekat seperti Naqsyabandiyah, Qadiriyah, dan Syatariyah memainkan peran kunci dalam memobilisasi massa dan memperkuat semangat kebangkitan.

Analisis Kartodirdjo mengenai peran pesantren dan tarekat memberikan wawasan mendalam tentang faktor-faktor yang mempengaruhi dinamika sosial dan politik dalam pemberontakan tersebut.

Tokoh-tokoh pemimpin gerakan

1. Haji Abdul Karim

Dikenal juga sebagai Kyai Agung, meninggalkan Banten untuk menggantikan posisi gurunya di Mekkah, Ahmad Khatib Sambas, sebagai pemimpin tarekat Qadiriyah-Naqsyabandiyah, sehingga tidak terlibat langsung dalam pemberontakan.

Namun, ajaran-ajarannya yang memicu semangat pemberontakan terus hidup di kalangan masyarakat Banten. Meskipun fokus utamanya adalah pada aspek keagamaan seperti shalat, puasa, zakat, dan dzikir, aktivitas Haji Abdul Karim secara tidak langsung mengarahkan gerakan tersebut menuju tujuan politik.

Baca Juga: Mengenal Hantu Ririwa, Cerita Hantu yang Terkenal di Banten!

2. Kyai Haji Tubagus Ismail

Murid dari tarekat Haji Abdul Karim, juga memiliki peran penting dalam memobilisasi pemberontakan di Banten pada tahun 1883. Meskipun kehilangan pengaruh politik, Tubagus Ismail tetap dihormati di masyarakat karena latar belakang bangsawan dan reputasi keluarganya sebagai keturunan Wali Allah.

Sikap uniknya, seperti tidak mencukur rambut dan menolak makanan yang disajikan oleh tuan rumah, menarik simpati banyak orang dan membantu memperoleh dukungan untuk pemberontakan.

3. Haji Marjuki

Setelah melakukan kampanye jihad di Batavia dan sekitarnya, kembali ke Mekkah pada tahun 1888 dan mengecam pemberontakan yang dipimpin oleh Haji Wasid. Dia percaya bahwa pemberontakan harus diselenggarakan dengan matang dan menyeluruh.

Meskipun ada perselisihan antara Haji Marjuki dan Haji Wasid, Haji Marjuki memilih untuk kembali ke Mekkah karena kondisi fisiknya yang tidak memungkinkan untuk terlibat dalam perjuangan di Banten.

4. Haji Wasid

seorang guru agama yang berpengaruh, juga terlibat dalam pemberontakan. Meskipun memiliki kecenderungan untuk bertengkar dan mudah marah, serta tertarik pada hal-hal mistis, Haji Wasid memainkan peran penting dalam memimpin gerakan pemberontakan di Banten, meskipun pada akhirnya dia juga terlibat dalam konflik dengan pemerintah kolonial karena masalah kebun istrinya.

Baca Juga: Mengenal Sosok Letnan Kolonel Untung Syamsuri, Tokoh Kunci dalam Peristiwa G30S/PKI

Rentetan peristiwa pemberontakan

Gerakan pemberontakan telah matang sejak tahun 1884, dengan pemimpin-pemimpinnya bersiap untuk bertindak dalam beberapa tahun berikutnya.

Acara-acara sosial seperti pesta pernikahan atau sunatan sering digunakan sebagai kedok untuk mengadakan pertemuan-pertemuan pemberontak. Pertemuan-pertemuan kecil, seperti majelis dzikir, sering dijadwalkan untuk merencanakan strategi pemberontakan.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: Direktorat Pai

BERITA TERKAIT
BERITA TERBARU

Di Balik Peristiwa Geger Cilegon 1888: Pemberontakan Para Ulama Banten Melawan Hindia Belanda

Link berhasil disalin!