Sebagai akibat dari kutukan Athena, Medusa yang tadinya cantik jelita dan dihormati, kini menjadi makhluk mengerikan yang ditakuti semua orang.
Ia diasingkan ke tempat terpencil, jauh dari peradaban, agar tidak membahayakan siapa pun dengan tatapannya.
Bayangkan penderitaan emosionalnya: dari kecantikan menjadi monster, dari pendeta dihormati menjadi pengasingan.
Meskipun tatapan Medusa mematikan, kekuatan ini bisa diinterpretasikan sebagai mekanisme pertahanan yang tragis.
Setelah diperkosa dan dikutuk, ia tidak punya cara lain untuk melindungi dirinya dari dunia yang telah berlaku kejam padanya, selain dengan kekuatan yang membuat orang lain ketakutan dan menjauh.
Medusa memiliki dua saudari, Stheno dan Euryale, yang juga dikenal sebagai Gorgon. Mereka abadi, namun Medusa sendiri tidak.
Meskipun ada saudari, hidupnya tetap dipenuhi kesendirian dan isolasi karena kutukan yang ia derita. Ia tidak bisa memiliki interaksi normal dengan manusia lain.
Kisah Medusa berakhir tragis di tangan Perseus, yang mana ia diburu dan dipenggal atas perintah Raja Polydectes, yang ingin menyingkirkan Perseus. Medusa yang tidak memiliki kesalahan apa pun dalam skema ini, akhirnya tewas.
Bahkan setelah kematiannya, kepalanya masih digunakan oleh Perseus sebagai senjata dan kemudian diberikan kepada Athena, untuk dipasang di perisai Aegis.
Ini menunjukkan bagaimana Medusa terus menjadi alat bagi tujuan orang lain, bahkan dalam kematian.
Kisah Medusa adalah pengingat bahwa dalam mitologi, seringkali ada lebih banyak lapisan dari yang terlihat. Di balik gambaran monster yang menakutkan, Medusa adalah korban tragedi, ketidakadilan, dan penderitaan yang luar biasa.
Memahami fakta menyedihkan Medusa ini mengubah perspektif kita, melihatnya bukan hanya sebagai penjahat, tetapi sebagai sosok yang dikorbankan oleh para dewa dan nasib yang kejam.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Britanica.com