Ilustrasi anak-anak pribumi dan Belanda di suatu sekolah. (The Law Countries)
INDOZONE.ID - Pemerintah kolonial Belanda menciptakan sistem pendidikan yang diskriminatif dan berbasis pada garis warna.
Pendidikan yang diselenggarakan oleh Belanda tidak bertujuan untuk mencerdaskan seluruh rakyat, melainkan untuk mempertahankan struktur sosial yang feodal.
Dengan sistem ini, masyarakat dibagi dalam kelompok-kelompok berdasarkan ras dan status sosial. Pendidikan kolonial membagi masyarakat Hindia Belanda ke dalam tiga kelompok utama, yaitu kelompok Eropa, kelompok Timur Asing (terdiri atas Arab dan Cina), serta kelompok pribumi.
Pembagian ini mencerminkan kebijakan diskriminatif yang diterapkan oleh Belanda dalam berbagai aspek kehidupan sosial. Kelompok Eropa mendapat akses pendidikan terbaik, sementara kelompok Timur Asing memiliki peluang lebih terbatas.
Baca Juga: Rihlah, Perjalanan Mencari ilmu yang Mengubah Kehidupan Migrasi Masyarakat Jawa
Di sisi lain, penduduk pribumi mengalami ketimpangan yang lebih parah, karena tidak hanya ditempatkan dalam lapisan terendah tetapi juga masih terpecah ke dalam golongan priyayi dan rakyat biasa. Golongan priyayi mendapatkan kesempatan pendidikan lebih baik dibandingkan rakyat biasa.
Priyayi, yang umumnya merupakan keturunan pejabat kerajaan atau birokrat lokal, diizinkan untuk mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah elite yang disediakan oleh pemerintah kolonial.
Sementara itu, rakyat pribumi biasa hanya memiliki akses terbatas ke pendidikan dasar atau bahkan tidak mendapatkan pendidikan sama sekali.
Perbedaan ini semakin memperkokoh stratifikasi sosial dan mempertegas dominasi kolonial atas rakyat Indonesia. Belanda menggunakan sistem pendidikan ini sebagai alat untuk menjaga kekuasaan mereka.
Baca Juga: Kisah Kelam di Tanah Deli, Menguak Kehidupan Para Kuli Tembakau
Dengan memberikan pendidikan hanya kepada golongan tertentu, pemerintah kolonial menciptakan elit pribumi yang loyal terhadap kepentingan kolonial.
Priyayi yang telah mendapatkan pendidikan cenderung dipekerjakan sebagai pegawai pemerintah atau tenaga administrasi yang membantu mengelola kepentingan kolonial.
Sementara itu, rakyat biasa tetap berada dalam kondisi yang minim pendidikan, sehingga sulit untuk meningkatkan taraf hidup mereka atau menantang sistem yang ada.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Jurnal Unigal