INDOZONE.ID - Setiap tahun, masyarakat Kecamatan Jatinom, Kabupaten Klaten, melaksanakan tradisi Yaqowiyu, sebuah perayaan yang sudah ada sejak zaman Mataram Islam, tepatnya pada 1633 Masehi.
Tradisi yang juga dikenal dengan nama Saparan Yaqowiyu ini, dipercaya sebagai bentuk penghormatan dan pengingat kepada Ki Ageng Gribig, seorang pendakwah Islam yang dianggap sebagai salah satu pendiri wilayah Jatinom.
Sejarah dan Makna Tradisi Yaqowiyu
Menurut sesepuh setempat, Yaqowiyu digelar untuk mengenang jasa Ki Ageng Gribig yang telah menyebarkan agama Islam di kawasan tersebut.
Tradisi ini rutin dilaksanakan setiap Bulan Sapar, yang jatuh antara 12 hingga 18, dengan patokan hari pelaksanaan pada Jumat.
Acara ini sering diselenggarakan di tempat-tempat yang dianggap sakral, seperti di Masjid Agung Jatinom, Makam Ki Ageng Gribig, Sendang Air Suran, dan Oro-Oro Tarwiyah (Alun-Alun Dusun Krajan), yang diyakini sebagai petilasan Ki Ageng Gribig.
Kue Apem, Simbol Tradisi Yaqowiyu
Salah satu hal yang paling menarik dalam Yaqowiyu, adalah tradisi pembagian kue apem. Kue apem, yang terbuat dari tepung beras, gula, dan santan, berbentuk bulat dan memiliki makna filosofis.
Menurut cerita yang berkembang di masyarakat, kue apem ini dibawa oleh Ki Ageng Gribig saat pulang dari Mekah sebagai buah tangan.
Oleh karena itu, kue apem menjadi simbol penghormatan kepada Ki Ageng Gribig dan dibagikan kepada warga dalam rangka memperingati tradisi tersebut.
Baca Juga: Mengenal Tradisi Sedekah Bumi: Bentuk Syukur atas Berkah dari sang Pencipta
Kue apem yang dibagikan, sebagian besar berasal dari sumbangan masyarakat. Pembagian kue apem biasanya dilakukan di Masjid Agung Jatinom, yang menjadi pusat acara.
Rangkaian Acara Tradisi Yaqowiyu
Acara dimulai pada Kamis dengan pawai yang melibatkan tokoh masyarakat setempat dan beberapa pejabat daerah. Dalam pawai ini, panitia acara membawa gunungan apem berukuran besar yang disebut Ki Kiyat dan Nyi Kiyat.
Rombongan pawai berhenti sejenak di Masjid Alit untuk berdoa, sebelum melanjutkan perjalanan menuju Masjid Agung Jatinom untuk menyimpan gunungan apem tersebut semalaman.
Pada tengah malam, para sesepuh akan memantau munculnya teja, yang menjadi tanda dimulainya upacara utama pada hari berikutnya.
Puncak Acara dan Antusiasme Masyarakat
Keesokan harinya, setelah salat Jumat, tradisi dilanjutkan dengan pembagian kue apem. Gunungan apem yang telah disimpan semalaman di Masjid Agung Jatinom, dibawa menuju lapangan Sendang Plampeyan, terletak tidak jauh dari masjid.
Di sini, Bupati Klaten yang hadir dalam acara tersebut akan memulai pembagian kue apem kepada masyarakat yang hadir.
Secara bersamaan, panitia acara yang berada di menara Oro-Oro Tarwiyah, akan melemparkan puluhan ribu apem kepada warga yang sudah menunggu di bawah menara.
Kegembiraan pun tak terbendung saat warga berlomba-lomba mendapatkan apem yang dilemparkan.
Antusiasme masyarakat makin meningkat setiap tahunnya. Selain sebagai ritual budaya, Yaqowiyu juga turut berperan dalam menggerakkan perekonomian lokal, dengan mengundang banyak pengunjung dari luar daerah.
Tradisi ini kini tidak hanya menjadi salah satu ikon budaya Kabupaten Klaten, tetapi juga menjadi wujud solidaritas dan kebersamaan masyarakat Jatinom yang terus dilestarikan hingga kini.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Islami, M. E. N., & Ikhsanudin, M. (2014).