INDOZONE.ID - Sejarah Kesenian Kuda Kepang Grup Timbul Budaya dimulai pada tahun 1995, ketika sebuah inisiatif kelompok yang dipimpin oleh Simbah Kawut membawa Kuda Kepang Timbul Budaya untuk berdiri di Desa Luwenglor, Kecamatan Pituruh, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.
Kesenian ini murni berasal dari dorongan, semangat, dan usaha bersama anggota kelompok tersebut, yang dengan penuh tekad dan kebersamaan berupaya untuk membangun serta melestarikan warisan budaya.
Langkah pertama pendirian kesenian ini adalah mengumpulkan dana secara rombongan untuk membeli alat gamelan dan perlengkapan lainnya, seperti kostum kuda kepang dan seragam.
Kuda Kepang Timbung Budaya merupakan hasil dari kerja sama dan semangat kebersamaan dalam kelompok tersebut, menandai awal yang kokoh dan berakar dalam budaya lokal di Desa Luwenglor.
Kesenian Kuda Kepang Grup Budaya muncul dengan tujuan utama menjaga dan melestarikan seni budaya Jawa. Catatan sejarah menunjukkan bahwa kesenian kuda kepang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Desa Luwenglor sejak sebelum tahun 1995, yaitu sebelum kelompok kesenian Kuda Kepang Grup Timbul Budaya didirikan.
Namun perihal asal-usul dan inisiasinya masih diselimuti misteri, dengan catatan yang tidak jelas tentang siapa yang pertama kali mendirikannya, kesenian kuda kepang di Desa Luwenglor.
Namun pada intinya, pada tahun 1995, kelompok kesenian kuda kepang Grup Timbul Budaya mengambil tanggung jawab untuk meneruskan dan memelihara warisan ini melalui upaya kolektif dari anggota-anggota kelompok tersebut, dengan pendanaan yang diperoleh melalui iuran anggota.
Baca Juga: Tradisi Sayyang Pattuddu: Perpaduan Agama dan Budaya dalam Tarian Kuda
Tahapan acara dimulai dengan serangkaian persiapan awal yang melibatkan penataan ruang, pengaturan teknis, dan persiapan lainnya untuk memastikan kelancaran pelaksanaan.
Proses ini penting untuk menciptakan suasana yang tepat sejak awal hingga akhir acara. Setelah semua persiapan selesai, acara resmi dibuka dengan sebuah pembukaan formal yang mencakup sambutan kepada para tamu kehormatan, termasuk kepala desa dan tokoh-tokoh penting lainnya yang turut hadir.
Acara berlanjut dengan serangkaian pertunjukan seni dan budaya yang menampilkan kekayaan tradisional lokal. Mulai dari tarian-tarian klasik seperti tari Kiter yang menggambarkan keindahan gerak dan harmoni, hingga tarian Jorong yang mempersembahkan keanggunan dan kekuatan gerak. Tidak ketinggalan tari pencak yang menampilkan kegagahan dan keberanian, serta tari Gambyong yang khusus dipersembahkan oleh penari perempuan dengan kelembutan dan keanggunan yang memukau.
Suasana acara semakin hidup dengan penampilan Tari Gending yang memukau hati dan jiwa penonton, dalam tarian-tarian ini biasanya diselingi dengan hiburan lagu-lagu dangdut yang menggoyang semangat. Namun, di tengah-tengah keseruan tersebut, ada momen spiritual yang menjadi bagian penting dalam keseluruhan acara. Prosesi pembakaran kemenyan dan pengalaman spiritual di mana beberapa anggota kesenian mengalami kerasukan menjadi pengalaman yang mendalam dan berkesan bagi para hadirin.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Liputan Langsung