Kategori Berita
Media Network
Selasa, 08 APRIL 2025 • 09:39 WIB

Kebijakan Tanam Paksa di Hindia Belanda: Strategi Kolonial untuk Isi Kas Negara

Tanam Paksa

INDOZONE.ID - Sistem tanam paksa atau cultuurstelsel digagas oleh Gubernur Jenderal, Johannes Van den Bosch, pada tahun 1830 sebagai kebijakan kolonial untuk meningkatkan pemasukan bagi Belanda.

Kebijakan ini menggantikan sistem sewa tanah (landelijk stelsel), yang sebelumnya diterapkan sejak masa Letnan Jenderal Stamford Raffles hingga pemerintahan Komisaris Jenderal Van der Cappelen dan Du Buss.

Sistem sewa tanah gagal mendorong petani untuk meningkatkan produksi komoditas ekspor, sehingga diperlukan kebijakan baru yang lebih efektif dalam mengisi kas negara Belanda yang sedang mengalami krisis ekonomi.

Pada saat itu, Belanda menghadapi krisis keuangan akibat dua peperangan besar: perang di Eropa melawan Belgia dan perang di Hindia Belanda melawan Pangeran Diponegoro.

Karena kondisi keuangan yang kritis, pemerintah kolonial menargetkan eksploitasi ekonomi terhadap daerah jajahannya, khususnya di Pulau Jawa, untuk meningkatkan produksi tanaman ekspor yang sebelumnya tidak dapat dicapai melalui sistem sewa tanah.

Baca Juga: Dampak Praktik Sistem Tanam Paksa Tahun 1830-1870: Positif dan Negatifnya

Regulasi dan Implementasi Tanam Paksa

Tanam paksa merupakan kebijakan yang mewajibkan penduduk pribumi untuk menanam tanaman ekspor di sebagian tanah mereka.

Regulasi ini kemudian dilegalkan dalam Staatsblad tahun 1834, yang menetapkan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

  • Penduduk desa harus menyediakan sebagian tanahnya untuk ditanami tanaman perdagangan yang dapat dijual di pasar Eropa.

  • Luas tanah yang digunakan tidak boleh melebihi seperlima dari total tanah pertanian yang dimiliki desa.

  • Pekerjaan yang diperlukan untuk menanam tanaman tersebut tidak boleh melebihi usaha yang dibutuhkan untuk menanam padi dan tanaman pangan lainnya.

  • Tanah yang digunakan untuk tanaman perdagangan dibebaskan dari pajak tanah.

  • Hasil panen wajib diserahkan kepada pemerintah kolonial. Jika hasil panen melebihi pajak tanah yang harus dibayar, selisihnya akan diberikan kepada rakyat.

  • Jika terjadi gagal panen yang bukan disebabkan oleh kelalaian petani, maka pemerintah Hindia Belanda harus menanggung kerugian tersebut.

  • Penduduk desa mengerjakan tanah mereka di bawah pengawasan kepala-kepala mereka dan pegawai kolonial Eropa yang memastikan ketepatan waktu dalam pembajakan, panen, serta pengangkutan hasil.

Pada praktiknya, pelaksanaan tanam paksa tidak selalu sesuai dengan regulasi yang ditetapkan.

Banyak penyimpangan yang terjadi, seperti pemaksaan untuk menanam di lahan yang lebih luas dari yang diperbolehkan, perlakuan buruk terhadap petani, serta eksploitasi tenaga kerja yang berlebihan tanpa imbalan yang layak.

Baca Juga: Mengungkap Dampak Sistem Tanam Paksa yang Masih Tersisa dalam Kehidupan Modern Indonesia

Dampak Penerapan Tanam Paksa

Pelaksanaan tanam paksa membawa dampak besar bagi masyarakat pribumi dan perekonomian Hindia Belanda. Dampak ini dapat dikategorikan menjadi dampak positif dan negatif.

Dampak Positif

  • Produksi tanaman ekspor meningkat pesat, sehingga menguntungkan pemerintah kolonial dan membantu Belanda melunasi hutangnya.

  • Penduduk pribumi mulai mengenal jenis tanaman ekspor bernilai tinggi seperti kopi, tebu, dan indigo.

  • Penerapan teknologi pertanian baru mulai diperkenalkan di Jawa.

  • Sistem ekonomi uang mulai diterapkan dalam kehidupan masyarakat pedesaan.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: Aprilia, A. T., Irawan, H., & Budi, Y. (2021)

BERITA TERKAIT
BERITA TERBARU

Kebijakan Tanam Paksa di Hindia Belanda: Strategi Kolonial untuk Isi Kas Negara

Link berhasil disalin!