INDOZONE.ID - Osamu Dazai (1909-1948) adalah salah satu sastrawan Jepang paling berpengaruh dan kontroversial di abad ke-20.
Karya-karyanya yang terkemuka, seperti No Longer Human dan The Setting Sun, merupakan pencerminan dari kehidupan personalnya yang penuh gejolak dan tragedi.
Dazai lahir pada 19 Juni 1909 di Kanagi, Aomori Prefecture, Jepang dengan nama Shūji Tsushima. Ayahnya meninggal saat ia masih kecil, membuatnya dibesarkan oleh ibunya yang otoriter.
Baca Juga: Langit Jepang Keluarkan Pilar Cahaya Misterius, Netizen: Alice In Borderland?
Masa kecilnya diliputi kesepian dan kekecewaan akibat kehilangan ayah serta perlakuan keras ibunya. Hal ini membentuk pandangan suram dan pesimis Dazai terhadap kehidupan.
Ketika keluarganya pindah ke Aomori pada 1923, Dazai menghabiskan masa remajanya yang penuh keresahan.
Ia berkali-kali mencoba bunuh diri, yang merupakan manifestasi dari depresi dan kecemasan yang menghantuinya sejak kecil.
Namun di sisi lain, ia juga memamerkan bakat sastra yang gemilang dengan mulai menulis cerpen dan puisi.
Pada 1930, Dazai merantau ke Tokyo untuk mengejar mimpinya sebagai penulis profesional. Karya pertamanya, Bannen (1936), segera menjadikannya sebagai salah satu penulis baru paling diminati di Jepang.
Kisah semi-autobiografinya yang ikonik, No Longer Human (1948), dianggap sebagai masterpiece-nya dan menggambarkan pergulatan batinnya yang intens dengan eksistensialisme dan perasaan keterasingan dari masyarakat.
Selama Perang Dunia II, Dazai ditugaskan sebagai pekerja militer. Setelah perang usai, ia kembali pada karir kesusastraannya dan menerbitkan sejumlah karya epik seperti The Setting Sun (1947) yang menggambarkan kehancuran dan penderitaan luar biasa akibat perang dengan bahasa sastra yang memukau.
Karya-karyanya mendapat sambutan luas dan mengukuhkan reputasinya sebagai salah satu penulis terbaik Jepang.
Namun di balik kesuksesan sastranya, kehidupan pribadi Dazai sangatlah berantakan. Ia menikah dua kali, tetapi kedua pernikahannya berakhir dengan perceraian yang memilukan.
Dazai juga berjuang melawan ketergantungan pada alkohol dan obat-obatan terlarang sepanjang hidupnya.
Kecenderungan depresi dan keinginan untuk mengakhiri hidup yang menghantuinya sejak remaja akhirnya terwujud ketika pada Juni 1948, ia menjatuhkan diri ke Sungai Tamagawa bersama dengan kekasih barunya, Tomie Yamazaki, dalam aksi bunuh diri berdua yang tragis.
Meski hidup Dazai hanya 38 tahun dan dipenuhi penderitaan, baik secara mental maupun finansial, ia meninggalkan warisan sastra yang amat berharga bagi Jepang dan dunia.
Karyanya yang sarat dengan eksistensialisme, alienasi, dan obsesi dengan kematian mencerminkan pergulatan batin seorang jenius yang tidak mampu menemukan kedamaian dalam kehidupan.
Gaya penulisannya yang menghanyutkan serta pandangan psikologis dan filosofisnya yang mendalam membuat Dazai tetap dianggap sebagai salah satu penulis terpenting Jepang di abad ke-20.
Tidak hanya dikenal di negaranya sendiri, karya-karya Dazai juga telah diterjemahkan ke banyak bahasa dan mempengaruhi penulis-penulis di seluruh dunia.
Baik kehidupan tragisnya maupun karya-karyanya yang luar biasa memberikan sumbangsih besar dalam memetakan lanskap psikologis dan spiritual manusia modern yang dikoyak-koyak oleh keterasingan, depresi, dan ketidakpastian eksistensial.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Britannica.com