Jumat, 01 DESEMBER 2023 • 17:41 WIB

Mengulik Tentang Kasus Pembantaian di Hari Valentine 1929 yang Menyeret Nama Bos Mafia AS Al Capone

Author

Hari Valentine merupakan salah satu perayaan yang banyak dilakukan oleh orang-orang dari berbagai belahan dunia.

INDOZONE.ID - Hari Valentine merupakan salah satu perayaan yang banyak dilakukan oleh orang-orang dari berbagai belahan dunia. Pada hari ini, orang-orang akan merayakannya dengan orang terkasih, entah makan malam romantis, memberi bunga yang cantik atau hadiah memukau lain.

Namun, hal ini tak berlaku pada hari Valentine 1929 di Chicago. Hari itu di sebuah garasi milik perusahaan pengangkutan barang SMC yang terletak di North Clark Street, 7 orang harus meregang nyawa dengan tubuh berlubang akibat peluru panas. Peristiwa naas ini kemudian dikenal sebagai “Valentine’s Day Massacre” atau “Pembantaian Valentine”.

Tragedi berdarah ini dipercaya merupakan buntut dari rivalitas dua geng besar Amerika, yaitu geng George ‘Bugs’ Moran yang berkuasa di wilayah utara Chicago dan geng Al Capone yang menduduki wilayah selatan Chicago.

Pada masa itu, Amerika Serikat sedang memberlakukan perintah larangan peredaran alkohol (Prohibition Era). Hal ini kemudian menyebabkan pasar-pasar gelap bermunculan. Meskipun telah dilarang, pada kenyataannya masih banyak permintaan alkohol dari warga Amerika Serikat.

Tingginya permintaan alkohol di pasar gelap menciptakan potensi keuntungan yang menggiurkan. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab perseteruan Moran – Capone. Dimana pembantaian di hari Valentine tersebutlah yang menjadi puncak dari perseteruan dua kubu mafia ini.

Kronologi Pembantaian Valentine 1929

Sekitar pukul 10.30 waktu setempat, sebuah mobil hitam bermerek Cadillac berhenti di garasi perusahaan pengangkutan barang di North Clark Street. Empat hingga lima orang pria turun dari mobil tersebut, dimana dua diantaranya mengenakan atribut kepolisian.

Tujuh orang yang saat itu ada di garasi langsung diperintahkan untuk untuk berbaris menghadap dinding. Diketahui bahwa ketujuh orang ini tak melakukan perlawanan karena para pelaku datang dengan persenjataan yang lengkap.

Hari Valentine merupakan salah satu perayaan yang banyak dilakukan oleh orang-orang dari berbagai belahan dunia.

Tanpa aba-aba, dua senapan mesin ringan Thompson melepaskan tembakan demi tembakan ke arah tujuh orang tersebut. Lebih dari 70 peluru panas ditembakkan tanpa ampun hingga membuat 6 orang di antaranya langsung meregang nyawa dan 1 lainnya tewas tak lama setelahnya.

Tak lama setelahnya, orang-orang bersenjata itu keluar dari garasi dengan kedua tangan terangkat dan didampingi oleh ‘polisi’ yang tak jelas sungguhan atau gadungan.

Tanda Tanya yang Belum Terjawab

Tragedi ini langsung menjadi pemberitaan utama kala itu. Ketika foto-foto mengerikan dari kejadian itu tersebar ke seluruh negeri, puluhan teori dan spekulasi bermunculan.

Warga Amerika beranggapan bahwa Al Capone adalah orang yang bertanggung jawab atas tragedi yang menewaskan 7 anak buah Moran ini. Namun, pada masa penyelidikan kasus ini, Capone sama sekali tidak pernah dimintai keterangan. Pada akhirnya, tak ada seorang pun yang pernah diadili dalam kasus ini, menjadikan pembantaian Valentine sebagai kejahatan paling spektakuler yang belum terpecahkan dalam sejarah geng.

Meski demikian, warga Amerika masih penasaran dengan berbagai hal yang menyelubungi kasus ini. Beberapa pertanyaan kunci sampai sekarang masih belum terjawab sepenuhnya dan bertahan jadi misteri.

1. Mengapa Anak buah Bugs Moran ada di Garasi Pagi Itu?

Hari Valentine merupakan salah satu perayaan yang banyak dilakukan oleh orang-orang dari berbagai belahan dunia.

Tujuh korban yang tewas dalam tragedi itu teridentifikasi sebagai Adam Heyer (akuntan mafia), Albert Kachellek (petinggi kedua), Albert Weinshank (pemilik klub malam), Peter dan Frank Gusenberg (petugas penegak hukum), John May (mekanik) serta Reinhardt Schwimmer (dokter mata).

Teori awal menyatakan bahwa ketujuh korban tersebut berkumpul di garasi untuk membagi kiriman wiski hasil jarahan. Namun ada juga yang mengatakan bahwa mereka akan melakukan perjalan ke Detroit untuk mengambil lebih banyak wiski.

Yang menjadi kelemahan dari teori ini adalah tak mungkin seseorang yang mengenakan setelan jas mahal akan melakukan pekerjaan kasar seperti mengangkut minuman keras. Spekulasi baru pun muncul, dimana mungkin saja ketujuh orang ini dipanggil ke pertemuan bisnis yang tak jelas sungguhan atau perangkap.

Sampai saat ini, tak ada yang dapat memastikan mengapa ketujuh korban tersebut berkumpul di garasi itu.

2. Siapa yang Membunuh Mereka dan Apa Alasannya?

Hari Valentine merupakan salah satu perayaan yang banyak dilakukan oleh orang-orang dari berbagai belahan dunia.

Kepatuhan korban untuk berbaris menghadap dinding diasumsikan karena mereka berpikir ‘polisi korup’ yang mendatangi mereka hanya berpura-pura. Uang ribuan dolar masih tersimpan rapi di saku para korban, jadi jelas motifnya bukan perampokan.

Capone punya alibi yang kuat. Pada hari kejadian, dia sedang diinterogasi soal kasus pembunuhan lain di gedung pengadilan Dade County, Florida. Tentu saja, Capone bisa saja memerintahkan serangan itu dari Florida. Dia punya motif: perebutan kendali atas wilayah Chicago. Polisi memang menangkap beberapa anak buah Capone, namun langsung dibebaskan karena kurangnya bukti.

Ada juga teori yang mengatakan bahwa Capone ingin melenyapkan Moran. Karena suruhan Capone tidak tahu rupa Moran, para pelaku menembaki semua orang di garasi tersebut untuk memastikan keberhasilan misinya. Meski masuk akal, teori ini dibantah dipatahkan dengan dalih jika Capone ingin Moran mati, dia akan menempatkan seorang pembunuh bayaran di luar rumah musuh bebuyutannya.

Di akhir tahun 1929, seorang rekan Capone, Fred Burke ditangkap akibat menembak mati seorang petugas polisi di Michigan. Dalam penggeledahan di rumahnya ditemukan dua senapan yang cocok dengan peluru yang digunakan dalam tragedi hari Valentine. Meski demikian, Burke tak pernah ditanyai soal keterlibatannya dalam pembantaian tersebut dan hanya dijatuhi hukuman atas kejahatan membunuh polisi.

Satu dekade lebih, pada bulan Januari 1935, seorang anggota geng lain, Bryon Bolton mengaku ikut serta dalam pembantaian tersebut. Dalam sesi interogasi dengan FBI, Bolton mengklaim dia membeli Cadillac dan hadir di resor Wisconsin tempat Capone merencanakan serangan tersebut.

Dia juga menyebutkan lima orang penyerang lainnya, termasuk Burke dan anak buah St. Louis, yang semuanya tewas, hilang atau dipenjara karena kejahatan lain. Lagi-lagi, klaim ini tak pernah diselidiki lebih lanjut dan FBI pun tampaknya tidak pernah membagikan informasi tersebut kepada polisi Chicago.

3. Apakah Ini Kasus Balas Dendam?

Teori lain percaya bahwa pembantaian tersebut merupakan aksi balas dendam William White atas penembakan yang dialami oleh sepupunya. Hal ini diketahui dari sebuah surat tahun 1935 yang menyebutkan bahwa Frank Farrell (seorang pegawai jalan raya negara bagian) mendesak Direktur FBI saat itu, J. Edgar Hoover untuk menyelidiki kasus penembakan yang dialami William Davern Jr., putra seorang sersan polisi Chicago pada tahun 1928.

Farrell mengklaim bahwa Davern memberi tahu seorang sepupunya yang merupakan kriminal, William White, bahwa anggota Moran telah menembaknya. Mengetahui hal tersebut, White kemudian merencanakan pembantaian tersebut sebagai aksi balas dendam. White memancing para korban ke garasi dengan dalih menangkap perampokan pabrik.

Teori ini dinilai masuk akal karena mampu menjelaskan banyak hal, termasuk mengapa para korban berada di garasi dan mengapa polisi Chicago terlihat berpartisipasi dalam tragedi tersebut (membalas dendam atas kerugian yang dialami salah satu rekan mereka).

Untuk kesekian kalinya, teori ini tidak bisa dibuktikan kebenarannya. Pada tahun 1934, White yang juga bekerja sebagai informan FBI, ditembak mati di rumahnya.

4. Mengapa Polisi Chicago Sangat Terkesan Ogah-Ogahan?

Hari Valentine merupakan salah satu perayaan yang banyak dilakukan oleh orang-orang dari berbagai belahan dunia.

Pada Prohibition Era, kejahatan terorganisir semakin merajalela. Dimana pada masa itu terhitung ada 10.000 speakeasy (tempat usaha terlarang yang menjual alkohol) dan 500 pembunuhan geng yang belum terpecahkan. Sudah sangat jelas bahwa seluruh sistem peradilan di Chicago saat itu sangat korup.

Capone sering ditangkap, tetapi tidak pernah ditahan lama. Kepada FBI, Bolton mengungkapkan bahwa kepala detektif Chicago telah menerima ‘gaji’ dari Capone sebesar $5.000 seminggu setelah pembantaian Valentine terjadi.

Hal ini diperkuat dengan kenyataan bahwa membuat seluruh warga Amerika bertanya-tanya. Benarkah demikian atau mungkin ada alasan lainnya? Entahlah, pada akhirnya tuduhan tersebut juga tak dapat dibuktikan.

5. Di Mana FBI pada Saat Itu?

Pada tahun 1935, J. Edgar Hoover menjadi salah satu tokoh penting dalam pendirian FBI. Meskipun demikian, dia menyatakan dengan tegas bahwa dia tidak ingin menjadi bagian dari penyidikan kasus pembantaian Valentine dan bersikeras bahwa tragedi tersebut merupakan masalah lokal wilayah Chicago.

Hingga tahun 1950-an, Hoover menolak permintaan Departemen Kehakiman untuk menyelidiki kasus ini dan menyangkal adanya kejahatan terorganisir. Hal ini memunculkan spekulasi bahwa sangat mungkin para mafia memiliki ‘barang’ penting untuk memeras Hoover agar tidak menangani kasus tersebut.

Meski akhirnya Capone berhasil dijatuhi hukuman berat (11 tahun kurungan penjara) akibat penggelapan pajak pada tahun 1931, dengan alasan penyakit sifilis yang dideritanya sudah semakin menggerogoti tubuh dan mentalnya, Capone tak pernah diadili terkait keterlibatannya dalam tragedi berdarah pada hari kasih sayang 1929.


Konten ini adalah kiriman dari Z Creators Indozone. Yuk bikin cerita dan konten serumu serta dapatkan berbagai reward menarik! Let's join Z Creators dengan klik di sini.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: Z Creators