Kisah Minotaur kemudian terkait dengan tragedi lain. Setelah Athena (kota) membunuh putra Minos, Androgeus, Raja Minos murka dan mengancam akan menghancurkan kota tersebut.
Untuk menghindari kehancuran, Athena terpaksa setuju untuk mengirimkan tujuh pemuda dan tujuh gadis setiap 9 tahun sekali ke Kreta, sebagai tumbal untuk diberi makan kepada Minotaur di dalam Labirin.
Bayangkan penderitaan Minotaur yang terkurung dan dipaksa mengonsumsi tumbal manusia. Ia tidak memilih takdir ini, namun menjadi alat bagi hukuman dan balas dendam orang lain.
Setiap 9 tahun, teror tumbal manusia kembali menghantui Athena. Suatu ketika, Theseus, pangeran Athena yang gagah berani, menawarkan diri sebagai salah satu tumbal.
Ia bertekad untuk mengakhiri teror Minotaur dan menyelamatkan rakyatnya. Dengan bantuan Ariadne, putri Raja Minos yang jatuh cinta kepadanya, Theseus berhasil masuk ke Labirin.
Ariadne memberinya gulungan benang (Benang Ariadne) agar Theseus tidak tersesat di dalam labirin yang membingungkan. Setelah menemukan Minotaur, Theseus berhasil mengalahkannya dalam pertarungan sengit, mengakhiri eksistensi monster yang tragis itu.
Kisah Minotaur lebih dari sekadar cerita tentang monster dan pahlawan. Ini adalah alegori yang kuat tentang konsekuensi dari keserakahan, kesombongan, dan pelanggaran janji.
Minotaur, makhluk yang mengerikan, sebenarnya adalah korban pertama dari serangkaian kesalahan fatal. Kematiannya bukan hanya kemenangan bagi Theseus, tetapi juga akhir dari penderitaan yang tidak pernah ia pilih.
Memahami sisi tragis dari kisah Minotaur mengajarkan kita tentang kompleksitas nasib dan konsekuensi dari tindakan kita.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Britanica.com