De Javasche Bank Cabang Bandung di Tahun 1920.
INDOZONE.ID - Sebagai negara yang telah merdeka dan diakui sebagai negara berdaulat pada tahun 1949, Indonesia ingin mengelola semua aspek kehidupannya sendiri.
Ini juga berlaku untuk sektor perbankan. Perbankan di Indonesia yang paling besar salah satunya adalah De Javasche Bank, saat itu masih dikelola oleh pihak asing, yaitu Belanda.
Dalam sistem perbankan, ada bank yang berfungsi sebagai Bank Sentral, yang bertanggung jawab atas kebijakan moneter di negaranya.
Bank Indonesia adalah Bank Sentral di Indonesia, yang mempunyai sejarah panjang, yakni 117 tahun, berdiri sebelum Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
De Javasche Bank (DJB) adalah bank sirkulasi tertua di Asia, didirikan pada tahun 1828, setelah mendapatkan izin dari raja Willem I.
Bank ini berusaha mengatur peredaran uang di Hindia-Belanda. Pendirian De Javasche Bank juga ditujukan untuk melaksanakan operasinya di Hindia Belanda.
De Javasche Bank dimanfaatkan oleh pemerintah Hindia Belanda yang memberikan kredit kepada pedagang yang terkait kebijakan Tanam Paksa (cultuurstelsel).
Seperti yang diketahui, Kebijakan Sistem Tanam Paksa diberlakukan akibat dari kerugian yang ditanggung Pemerintah Hindia Belanda akibat Perang Jawa 1825-1830.
Memasuki abad ke-20, De Javasche Bank masih ada sebagai bank sirkulasi untuk Hindia Belanda. Bahkan cabang-cabangnya semakin diperluas, menyebar ke berbagai Lokasi di Hindia Belanda.
Pada tahun 1922, pemerintah mengubah dasar hukum De Javasche Bank yang sebelumnya berupa Hak Istimewa atau oktroi menjadi undang-undang.
Perubahan ini ditandai dengan pemberlakuan De Javasche Bank Wet pada tanggal 31 Maret 1922. Sejak penerapan DJB Wet, De Javasche Bank mendapatkan otoritas dari Pemerintah Hindia Belanda yang hanya dapat dilakukan oleh suatu bank sentral.
De Javasche Bank memiliki sejarah yang panjang dalam perjalanan ekonomi dan perbankan di Indonesia.
Walaupun sempat ditutup saat penjajahan Jepang, De Javasche Bank berhasil dibuka kembali dan melanjutkan fungsinya sebagai bank sirkulasi setelah Jepang tidak lagi di Indonesia.
Setelah Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, Belanda mencoba untuk menguasai negara ini lagi lewat Netherlands Indies Civil Administration (NICA).
Dalam periode ini, NICA membuka kembali DJB untuk mencetak dan menyebarkan uang NICA.
Di sisi lain, Pemerintah Republik Indonesia juga mendirikan bank sirkulasi yang bernama Bank Negara Indonesia (BNI).
Pembentukan ini berlandaskan pada perintah UUD 1945 Pasal 23 yang menjelaskan posisi Bank Indonesia sebagai bank pusat.
Baca Juga: Kisah Sedih Anak-anak Pribumi pada Masa Kolonial Belanda: Siapkan Tisu Kamu!
Selain membuat bank sirkulasi sendiri, pemerintah juga mengeluarkan uang yang disebut Oeang Republik Indonesia (ORI).
Pertentangan ini selesai pada tahun 1949 setelah Konferensi Meja Bundar. Dalam konferensi tersebut, diputuskan bahwa bentuk negara adalah Republik Indonesia Serikat, dengan De Javasche Bank ditetapkan sebagai bank yang mengatur uang RIS.
Lalu pada tahun 1951, ada kebutuhan besar untuk membentuk bank pusat sebagai simbol kedaulatan ekonomi Republik Indonesia.
Karena, jika DJB masih menjadi bank sirkulasi dan sentral, Indonesia tidak pernah merdeka secara bebas melainkan masih ada campur tangan pihak Belanda melalui DJB.
Maka dari itu, pemerintah memutuskan untuk membentuk Panitia Nasionalisasi DJB. Proses nasionalisasi dilakukan dengan membeli saham DJB oleh Pemerintah RI.
Pemerintah RI pada tanggal 1 Juli 1953 mengeluarkan UU No.11 Tahun 1953 tentang Dasar Bank Indonesia, yang menggantikan DJB Wet Tahun 1922.
Sejak 1 Juli 1953, Bank Indonesia secara resmi berdiri sebagai Bank Sentral Republik Indonesia.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Ilmu Sejarah-S1