Rumah pohon masyarakat Korowai
INDOZONE.ID - Komunitas Korowai sering dipandang sebagai kelompok "terpencil" yang terasing dari kemajuan zaman. Namun, mereka memiliki narasi yang berbeda tentang perkembangan di lingkungan mereka, yang sering kali berisi harapan dan kekecewaan.
Pemerintah Indonesia pernah menjanjikan pengembangan melalui program wisata dan infrastruktur. Namun, masyarakat Korowai lebih memilih menciptakan cerita alternatif yang berakar pada kehidupan sehari-hari mereka.
Program pembangunan yang digagas pemerintah sering kali dianggap tidak memperhatikan kepentingan Korowai. Alih-alih memberdayakan mereka, banyak cerita tentang alam mereka dieksploitasi untuk kepentingan wisatawan.
Baca Juga: Paus Bryde Muncul di Perairan Papua, Munculnya Hewan Unik Pertanda Apa?
Cerita lingkungan di Korowai menjadi kunci untuk memahami hubungan mereka dengan alam. Namun, banyak narasi yang menunjukkan bahwa masyarakat adat hanya bisa "dipelihara" dalam keadaan yang alami dan primitif. Bagi Korowai, kehidupan mereka terus berubah dan mereka ingin beradaptasi dengan cara mereka sendiri.
Meskipun Korowai mulai menerima pengaruh luar, seperti wisatawan dan perwakilan pemerintah, janji-janji pembangunan sering kali tidak terwujud. Mereka melihat desa yang dibangun pemerintah sebagai pusat baru, tetapi kurangnya infrastruktur membuat mereka merasa terabaikan.
Korowai tidak hanya memandang wisatawan sebagai pengunjung, tetapi juga sebagai pembawa harapan baru. Wisatawan diundang untuk tinggal bersama keluarga Korowai dan berpartisipasi dalam aktivitas tradisional, seperti membuat sagu atau berburu. Kegiatan ini tidak hanya memberikan peluang ekonomi tetapi juga mempererat hubungan antarbudaya.
Baca Juga: Anut Budaya Kanibal, Orang-orang Suku Fore di Papua Nugini Sering Mati Gak Wajar
Penelitian arsitektur yang dilakukan pemerintah bertujuan untuk mengkaji rumah pohon tradisional Korowai, yang dibangun dari bahan alami dan menjadi simbol kehidupan masyarakat. Tim peneliti menemukan tiga jenis rumah: bivak, rumah tinggi, dan rumah pohon, masing-masing memiliki pola pembangunan unik yang melibatkan seluruh anggota keluarga.
Meskipun narasi budaya dan alam Korowai menarik perhatian wisatawan, kisah-kisah ini lebih kompleks daripada yang terlihat. Penelitian menunjukkan bahwa meskipun wisata dapat mendatangkan pendapatan, hubungan ini sering kali diwarnai oleh konflik antara "romantisasi primitivisme" dan realitas kehidupan mereka yang terus berubah.
Setelah berinteraksi dengan pemerintah dan wisatawan, Korowai mulai melihat kisah masa lalu mereka sebagai bagian dari narasi baru. Mereka menggambarkan pengalaman menghadapi janji-janji modernisasi yang sering kali tidak terpenuhi.
Baca Juga: Fakta Seputar Suku Asmat di Pedalaman Papua, Konon Katanya Titisan Dewa
Bagi Korowai, alam adalah sumber kehidupan yang mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun, modernisasi membawa perubahan pada ekosistem mereka, dengan banyak tanaman lokal dan hewan asli tergantikan oleh spesies baru. Mereka mencatat perubahan ini sebagai dampak dari pengaruh luar.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Nugraha, Irfan, "Inside The Treehouse: Ethnographic Musings"