Kamis, 17 APRIL 2025 • 16:40 WIB

Patriarki dalam Masyarakat Jawa, Tradisi atau Ketidakadilan?

Author

Wanita Jawa

INDOZONE.ID - Budaya patriarki merupakan sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pihak dominan dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari keluarga, masyarakat, hingga pemerintahan.

Patriarki adalah struktur yang menempatkan laki-laki sebagai penguasa tunggal dan pusat dalam kehidupan sosial.

Perempuan, di sisi lain, sering kali mengalami marginalisasi, diskriminasi, dan subordinasi, baik dalam lingkungan domestik maupun publik.

Dalam masyarakat Jawa, patriarki telah mengakar kuat sebagai bagian dari tradisi yang diwariskan secara turun-temurun.

Baca Juga: 6 Tradisi Bulan Rajab di Jawa, Bentuk Warisan Budaya yang Bermakna

Laki-laki dianggap lebih berhak dalam pengambilan keputusan karena dianggap lebih kuat, rasional, dan maskulin.

Sementara itu, perempuan lebih sering dikaitkan dengan sifat lembut, emosional, dan keibuan, yang membuat mereka lebih banyak terkungkung dalam ranah domestik.

Perempuan bertugas mengurus rumah, membesarkan anak, serta melayani suami, sementara laki-laki berperan sebagai pencari nafkah utama.

Salah satu bentuk ketidakadilan dalam sistem patriarki adalah pembatasan akses perempuan terhadap pendidikan dan hak untuk menentukan nasibnya sendiri.

Dalam keluarga patriarkal, anak laki-laki lebih diutamakan untuk mendapatkan pendidikan tinggi, sementara anak perempuan sering kali diarahkan untuk tetap di rumah.

Bahkan dalam urusan reproduksi, perempuan sering tidak diberi kebebasan untuk memutuskan kapan atau apakah mereka ingin memiliki anak.

Ungkapan Jawa “swarga nunut, neraka katut” mencerminkan posisi perempuan dalam rumah tangga, di mana mereka harus mengikuti suami dalam segala kondisi, baik suka maupun duka.

Baca Juga: Bancakan Weton: Tradisi Syukur Unik Masyarakat Jawa untuk Hari Ulang Tahun

Selain itu, istilah “kanca wingking”menunjukkan bahwa perempuan hanya dianggap sebagai pendamping di belakang suami, dengan peran terbatas pada urusan domestik seperti dapur, sumur, dan kasur.

Sayangnya, ketimpangan gender dalam budaya patriarki sering kali dianggap sebagai hal yang wajar dan merupakan ketetapan Tuhan.

Padahal, konsep gender adalah konstruksi sosial yang seharusnya tidak digunakan untuk membenarkan ketidakadilan.

Selama masih ada pemahaman bahwa perempuan hanya pantas berada di ranah domestik, maka kesetaraan gender akan sulit terwujud.

Oleh karena itu, diperlukan kesadaran kolektif untuk menghapus batasan-batasan patriarki yang mengekang perempuan, agar mereka dapat berpartisipasi secara setara dalam berbagai aspek kehidupan.


Konten ini adalah kiriman dari Z Creators Indozone. Yuk, bikin cerita dan konten serumu, serta dapatkan berbagai reward menarik! Let’s join Z Creators dengan klik di sini.

Banner Z Creators Undip.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: Jurnal Avatara

Tags