INDOZONE.ID - Teater di Indonesia telah ada sejak sebelum masa penjajahan dan terus berkembang hingga saat ini. Awalnya, kegiatan teater didasarkan pada upacara dan ritual religius yang memiliki sifat yang lebih puitis dibandingkan dengan teater di Barat.
Pada abad ke-19 Indonesia menjadi rumah bagi kebudayaan yang kaya dan beragam. Pada masa itu, salah satu bentuk hiburan yang populer adalah teater.
Di tengah pengaruh budaya Belanda yang dominan, muncul genre teater yang mencuri perhatian masyarakat Indonesia, yaitu Komedie Stamboel. Komedie Stamboel merupakan integrasi antara musik dan teater dalam budaya Indis.
Nama "Stamboel" merujuk pada topi tradisional Turki yang dipakai oleh anggota kelompok dan orang-orang Hindia Belanda yang menyebut Istanbul sebagai "Stambul."
Baca Juga: Palembang dalam Catatan Barat abad 19: Seindah Itu Sampai Disebut 'Venesia dari Timur'
Pertunjukan Komedie Stamboel merupakan perpaduan dari berbagai budaya, mengambil cerita dari Seribu Satu Malam dan cerita klasik lainnya, menggunakan humor, lagu, dan tarian. Pertunjukannya terdiri dari beberapa babak yang menggabungkan drama, komedi, dan musik.
Rombongan teater dari Melaka, Johor, dipimpin oleh Abdoel-Moeloek, menghadapi penolakan di Hindia Belanda karena pertunjukan mereka dianggap hanya memenuhi selera orang Melayu.
Namun, penolakan ini menjadi awal terbentuknya Komedie Stamboel oleh Agustus Mahieu. Mahieu mencari cerita yang menarik bagi penonton yang mencerminkan karakter teater yang diinginkan.
Dia memilih untuk mementaskan lakon-lakon dalam bahasa Melayu, yang merupakan bahasa pergaulan saat itu. Cerita yang dipentaskan mencakup budaya Melayu, Tionghoa, Jawa, dan Eropa.
Baca Juga: Sejarah Panjang Sidoarjo sebagai Pusat Perdagangan Masa Lampau di Jawa Timur
Konsep ini berhasil menarik perhatian masyarakat, terutama setelah Mahieu meninggal pada tahun 1906. Komedie Stamboel menjadi populer di kalangan masyarakat Jawa, dengan beberapa komunitas Komedie Stamboel bermunculan.
Mereka dikenal dengan nama-nama seperti 'komedie opera stamboel' dan 'opera permata stamboel'. Dengan begitu banyak komunitas, Komedie Stamboel terus berkembang dan mencapai popularitas yang lebih luas.
Rombongan teater Komedie Stamboel dari Surabaya kemudian mulai melakukan perjalanan ke Batavia pada tahun 1892. Mereka melakukan pertunjukkan untuk memperkenalkan sensasi teater jenis baru.
Begitu sampai di Batavia, Mahieu, yang menjabat sebagai direktur perusahaan, mendengar musik keroncong untuk pertama kalinya. Kemudian, ia memutuskan untuk menambahkan musik keroncong sebagai salah satu iringan lagu Komedie Stamboel (Yampolsky, 2013: 28).
Pertunjukan Komedie Stamboel adalah tempat kolaborasi dari berbagai lapisan masyarakat di Hindia Belanda pada masa itu, termasuk komunitas peranakan Tionghoa dan masyarakat Indonesia keturunan Eropa. Pertunjukan ini sudah melakukan tur ke berbagai tempat, termasuk seluruh pulau Jawa, Medan, dan Singapura.
Komedie Stamboel mendapat banyak pujian karena berhasil menghadirkan teater di masa transisi dari teater tradisional ke teater modern. Naskahnya ditulis dalam aksara Melayu, dan irama musiknya biasanya diiringi oleh alat musik seperti ukulele Jawa.
Pertunjukan ini juga menggunakan lagu-lagu popular seperti musik Melayu, Rnars, Polka, dan Waltz. Komedie Stamboel menggabungkan aspek budaya dari berbagai masyarakat untuk menciptakan pertunjukan yang inovatif dan berbeda.
Penonton Komedie Stamboel menyaksikan pertunjukan sambil menikmati kopi tubruk dan makanan ringan yang disediakan oleh penyelenggara. Makanan ringan seperti jeruk, pisang raja, dan kacang tanah disajikan pada acara tersebut.
Salah satu pementasan yang terkenal adalah "Genoveva" atau "Genopépa", yang menghibur penonton dan membuat mereka tertawa terbahak-bahak.
Pada adegan pertama, para aktor melakukan sesi perkenalan karakter kepada penonton dan menyanyikan lagu selamat datang.
Setelah itu, pertunjukan dimulai dan penonton kembali tertawa saat tokoh utama muncul dengan kostum baju besi lengkap dan memberi hormat kepada penonton ala militer.
Meskipun popularitasnya meredup seiring berakhirnya era kolonial dan perubahan sosial-politik, warisan dan pengaruhnya dapat dirasakan hingga saat ini. Banyak aktor, aktris, dan musisi terinspirasi dari teater ini dan melanjutkan karir mereka di industri hiburan.
Pengaruh Komedie Stamboel juga terlihat dalam pertunjukan teater dan komedi modern di Indonesia. Sebagai bagian dari sejarah budaya Indonesia, Komedie Stamboel tetap menjadi saksi bisu perjuangan dan aspirasi masyarakat di masa lalu.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Jurnal