INDOZONE.ID - Awal mula sistem Tanam Paksa tak bisa dilepaskan dari kondisi ekonomi Belanda yang porak-poranda setelah Perang Napoleon, dan kekalahannya di sejumlah koloni.
Untuk menyelamatkan keuangan negara, Belanda butuh pemasukan cepat. Hindia Belanda yang kini menjadi Indonesia akhirnya dijadikan tumpuan utama.
Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch kemudian memperkenalkan kebijakan Cultuurstelsel atau Tanam Paksa.
Inti kebijakan ini sederhana tapi kejam karena rakyat jajahan dipaksa menanam komoditas ekspor seperti kopi, tebu, nila, tembakau, dan teh, lalu hasil panennya dijual ke pasar Eropa. Keuntungan dari penjualan itu langsung masuk ke kas negara Belanda.
Baca Juga: Asal-usul Nama Sidoarjo dan Makna Filosofisnya yang Ternyata sangat Mendalam
Secara teori, sistem ini punya beberapa aturan resmi:
Namun dalam praktiknya, aturan itu lebih sering diabaikan, karena yang terjadi justru eksploitasi besar-besaran.
Banyak petani yang kehilangan lahan pangan karena harus menanam tanaman ekspor, dipaksa bekerja tanpa upah yang memadai, dihukum jika tidak memenuhi target tanam, hingga menderita kelaparan karena sawah untuk beras diganti dengan kopi atau tebu.
Di berbagai daerah seperti Cirebon, Kedu, dan Priangan, kebijakan ini menyebabkan kelaparan massal dan kemiskinan yang berkepanjangan. Sistem Tanam Paksa bukan hanya merugikan secara ekonomi, tapi juga merusak tatanan sosial dan kehidupan masyarakat pedesaan.
Baca Juga: Ilmuwan Amerika Sukses Hidupkan Kembali Serigala Purba Dire Wolf yang Telah Punah
Meski penuh penderitaan, sistem ini sangat menguntungkan bagi Belanda. Antara tahun 1830 hingga 1870, lebih dari 800 juta gulden dikirim dari Hindia Belanda ke negeri induk.
Dana ini disebut devisen—atau “emas dari Jawa”. Uang tersebut digunakan Belanda untuk membangun infrastruktur, membayar utang negara, dan memulihkan kondisi ekonomi mereka pasca-perang.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Kehidupan Sosial-Ekonomi Masyarakat Di Jawa 1830-1870