Monumen Benteng Moraya di Tondano sebagai saksi sejarah dari Perang Tondano.
INDOZONE.ID - Perang Tondano merupakan salah satu perlawanan heroik rakyat Minahasa terhadap penjajahan Belanda pada awal abad ke-19.
Perang ini tidak hanya mencerminkan semangat juang yang tinggi, tetapi juga menjadi bukti penolakan rakyat Minahasa terhadap kebijakan kolonial yang menindas.
Ketidakpuasan terhadap sistem kerja paksa, pajak yang berat, serta upaya Belanda untuk memperluas kekuasaan mereka di Minahasa menjadi pemicu utama perlawanan.
Dengan strategi bertahan di benteng-benteng alami sekitar Danau Tondano, rakyat Minahasa berjuang mempertahankan tanah mereka dari serangan pasukan kolonial yang lebih kuat dan bersenjata lengkap.
Baca Juga: 7 Arti Mimpi Terjebak di Suatu Tempat Menurut Primbon Jawa
Meskipun akhirnya mengalami kekalahan, Perang Tondano meninggalkan dampak besar dalam sejarah Minahasa, baik dari segi politik, sosial, maupun budaya.
Perlawanan ini juga menjadi simbol perjuangan rakyat Minahasa dalam mempertahankan hak dan identitas mereka di tengah kolonialisme.
Didorong oleh semangat mempertahankan tanah leluhur dan kebebasan mereka, para pejuang Minahasa dari berbagai walak (perkampungan) bersatu untuk menghadapi pasukan kolonial Belanda yang lebih modern dan terorganisir. Benteng Moraya Tondano menjadi pusat perlawanan dan simbol keberanian rakyat Minahasa.
Meskipun akhirnya kalah akibat keunggulan persenjataan Belanda, perjuangan rakyat Minahasa dalam Perang Tondano meninggalkan warisan semangat juang yang terus dikenang dalam sejarah Indonesia.
Baca Juga: 5 Arti Mimpi Datang Terlambat Menurut Primbon Jawa
Perang Tondano pada awal abad ke-19 terjadi dalam dua fase utama, yaitu pada tahun 1808 dan 1809, sebagai bentuk perlawanan rakyat Minahasa terhadap kolonialisme Belanda.
Perlawanan ini dipicu oleh ketidakpuasan rakyat terhadap kebijakan kolonial yang semakin menindas, terutama dalam bentuk sistem kerja paksa dan pajak yang berat.
Pada masa itu, Belanda berada di bawah pengaruh Prancis akibat perubahan politik di Eropa, yang menyebabkan mereka semakin agresif dalam mengendalikan wilayah-wilayah jajahannya, termasuk Minahasa.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Scholarly Publications Leiden University