Kategori Berita
Media Network
Kamis, 25 APRIL 2024 • 14:34 WIB

Mengenal Syekh Syarip Prawira Sentana, Agamawan Pemimpin Gerakan Perlawanan Rakyat Kulonprogo terhadap Pemerintahan Kolonial Tahun 1839-1840

Ilustrasi gerakan perlawanan rakyat.

INDOZONE.ID - Kolonialisme pada abad ke-19 menimbulkan banyak kesengsaraan pada rakyat pribumi. Akibatnya muncul pula berbagai macam bentuk perlawanan sebagai respon atas ketidakadilan yang dilakukan oleh penguasa yang sewenang-wenang.

Perlawanan sosial menjadi peristiwa penting yang mewarnai sejarah penjajahan kolonial di Hindia Belanda. Perlawanan sosial menjadi cerminan dari ketegangan antara kekuatan yang berkuasa dengan mereka yang merasa terpinggirkan.

Salah satu bentuk perlawanan terhadap kolonialisme adalah perlawanan yang dicetuskan oleh tokoh agamawan dari Kulon Progo, Yogyakarta. Ia adalah Syekh Syarip Prawira Sentana yang menginisiasikan aksi-aksi protes terhadap pemerintah kolonial.

Berbagai upayanya mampu membuat kekacauan dan dianggap membahayakan bagi pemerintah Belanda. Perlawanan singkatnya juga mampu membuat kerugian yang cukup besar.

Syekh Syarip Prawira Sentana merupakan seorang tokoh agamawan yang hidup pada abad ke 19 dan masih satu masa dengan Pangeran Diponegoro. Sebagaimana yang tercatat dalam arsip catatan umum Karesidenan Yogyakarta tahun 1840, ia merupakan seorang keturunan Arab yang lahir di Yogyakarta.

Informasi tentang dirinya juga tercatat dalam Babad Diponegoro lan Nagari Purworejo yang menyebutkan bahwa Syarip Prawira Sentana merupakan seorang habib yang berasal dari Desa Secang, Purworejo.

Baca Juga: Di Balik Peristiwa Geger Cilegon 1888: Pemberontakan Para Ulama Banten Melawan Hindia Belanda

Penyebab Munculnya Perlawanan

Gerakan perlawanan yang diinisiasi oleh Syekh Syarip Prawira Sentana merupakan sebuah respon atas ketidakpuasan terhadap birokrasi lokal yang patuh kepada kolonialisme Belanda. Tujuan dari perlawanan Syarip Prawira Sentana ini adalah ingin mendirikan suatu pemerintahan rakyat yang berdaulat. Gerakan perlawanan Syarip Prawira Sentana terjadi setelah periode Perang Jawa.

Pasca Perang Jawa, kolonial Belanda semakin menggencarkan kekuasaannya dengan melakukan reorganisasi serta menguasai birokrasi. Belanda yang semakin kuat justru membuat banyak dari para petinggi lokal memilih tetap bersikap kooperatif dengan pemerintah kolonial. Sikap kooperatif tersebut yang menjadi jembatan bagi pemerintah kolonial untuk membuat berbagai kebijakan yang menguntungkan kolonial. Kebijakan-kebijakan tersebut di sisi lain tentu akan memberikan dampak penderitaan bagi rakyat pribumi.

Kebijakan-kebijakan yang menyengsarakan rakyat diantaranya adalah penerapan sistem ekonomi barat yang mana faktor-faktor produksi seperti tanah, buruh, dan hasil bumi dijualbelikan kemudian dan sistem pajak dijalankan. Selain itu, penerapan tanam paksa juga membuat para petani Kulon Progo menjadi tidak memiliki kebebasan untuk mengolah lahannya guna mencukup kebutuhan sehari-hari mereka.

Pengklasifikasian masyarakat berdasarkan etnis yang menempatkan pribumi sebagai golongan kelas bawah juga menimbulkan permasalahan yang dapat memicu terjadinya konflik antar kelas. Kemungkinan besar para pengikut Syarip Prawira Sentana merupakan para petani karena golongan mereka yang paling terkena dampak dari penerapan tanam paksa.

Proses Perlawanan

Dalam melancarkan aksi perlawanannya, Syarip Prawira Sentana telah merencanakannya secara baik sejak lama. Pada awal-awal perjuangannya, Syarip Prawira Sentana melakukan gerakannya dengan menjarah rumah-rumah patcher Cina. Tercatat dalam laporan umum Karesidenan Yogyakarta tahun 1840 bahwa puncak pemberontakan terjadi dalam waktu 3 kali 24 jam. Pasukan Syarip Prawira Sentana pertama melakukan pembakaran di pos-pos penjagaan di wilayah Kalidungu.

Selanjutnya mereka bergerak ke arah Desa Galur pada 14 Februari 1840 yang mana bertepatan dengan hari peringatan Grebeg Besar sehingga para pejabat daerah pergi ke pusat kota. Syarip Prawira Sentana sengaja memanfaatkan momentum tersebut untuk melancarkan aksinya karena lebih bebas melakukan penyerangan. Selain membakar pos penjagaan, pasukannya juga menjarah rumah Bekel.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: Jurnal Kebudayaan Dan Sastra Islam

BERITA TERKAIT
BERITA TERBARU

Mengenal Syekh Syarip Prawira Sentana, Agamawan Pemimpin Gerakan Perlawanan Rakyat Kulonprogo terhadap Pemerintahan Kolonial Tahun 1839-1840

Link berhasil disalin!