Kisah Bocah 12 Tahun di China Sebabkan Insiden Kembang Api Paling Mematikan di Dunia, 694 Orang Meninggal karena Petasan
INDOZONE.ID - Gara-gara petasan, tanggal 18 Februari 1977 menjadi hari terkelam dalam sejarah warga Tiongkok lantaran terjadinya salah satu insiden paling mematikan di dunia. Dan yang bikin buat geleng-geleng insiden ini bermula dari seorang bocah laki-laki berusia 12 Tahun.
Dengan penyebab yang bisa dibilang cukup sepele, tapi jumlah korban yang berjatuhan mencapai lebih dari 800 orang, termasuk yang meninggal dan yang terluka parah.
Seperti apa kisahnya? Berikut ini rentetan peristiwa yang Indozone kutip dari berbagai sumber, salah ssatunya dari Weixin.
Peringatan Imlek di Balai Kota
Pada saat kejadian, kebetulan di Tiongkok saat itu bertepatan dengan Hari Raya Imlek. Sebagaimana tradisi orang-orang di sana, para warga memborong petasan dalam jumlah yang sangat banyak.
Baca Juga: 4 Tragedi Ledakan saat Malam Tahun Baru, Teranyar Jari Wabup Kaur Putus akibat Kembang Api
Pada pukul 21:00 waktu setempat, para warga berencana untuk mengadakan acara nonton bareng film buatan Korea Utara yang berjudul "Jeon-u", sebagai bentuk kampanye mereka untuk "mendukung Korea dan melawan AS".
Sayangnya dikarenakan cuaca dingin, acara nonton bareng tersebut dipindahkan ke balai kota.
Lokasi perayaan Imlek saat kejadian bernama Bingtuan, berada di Alimali, Khorgas, prefektur Yili, Xinjiang. Letaknya 8 KM dari batas negara Kazakhstan. Bingtuan tersendiri merupakan nama dari salah satu resimen koloni militer-agrikultural Tiongkok yang sebagian besar wilayahnya adalah peternakan.
Gedung balai kotanya sendiri hanya memiliki luas 760 meter persegi saja. Lantainya dibuat dari 3 lapis aspal dan ditutupi oleh 2 lapis kain kempa. Di bagian luar pintu masuknya terdapat galeri lukisan dengan pilar silinder berdiameter 1 meter sebagai penopangnya.
Tadinya balai kota ini memiliki 17 jendela dan 7 pintu, namun seiring waktu proses renovasi terus dilakukan, sehingga jumlah pintu dan jendelanya menjadi berkurang. Bahkan, menjelang kejadian, hanya pintu utamanya saja yang digunakan sebagai akses keluar-masuknya saja.
Awal mula insiden: Bocah dengan petasan gasing
Acara nonton bareng pun dimulai, semuanya berjalan lancar pada awalnya. Lalu pada pukul 21:30 waktu setempat, seorang anak laki-laki berumur 12 tahun yang diketahui bernama Zhao Guanghui menyalakan petasan yang kita kenal di Indonesia menyerupai petasan gasing.
Tidak ada yang salah dari tindakannya Zhao, tapi ternyata, petasan itu membakar karangan bunga sisa yang belum dibuang oleh petugas balai kota usai perayaan kematiannya Mao Zedong. Dan sialnya, jumlah karangan bunganya masih banyak dan membuat api pun merambat dengan cepat.
Seisi balai kota pun terbakar dan beberapa plafon gedung pun mulai berjatuhan, menyebabkan semua akses keluar-masuk gedung tertutup dan menjebak para warga yang hadir di acara nonton bareng tersebut.
Pasukan penyelamat yang terlambat
Naas, pihak penyelamat baru bisa dikerahkan pada keesokan paginya. Sebanyak 280 orang tentara dikerahkan untuk menyelamatkan para korban. Jarak yang jauh menjadi penyebab utama mengapa pertolongan baru bisa datang di keesokan hari. Tak hanya itu, saat para prajurit tiba, mereka mengaku kalau mereka sempat kesulitan menerobos pintu utama gedung balai kota.
Begitu para prajurit itu masuk, mereka benar-benar terkejut usai melihat jenazah para korban yang menumpuk dan menyatu sama lain akibat lelehan aspal lantai. Bahkan, jenazah mereka menumpuk hingga mencapai ketinggian 2-3 meter dari permukaan lantai.
Sebanyak 694 orang meninggal dunia dan sekitar 161 orang lainnya terluka parah. Dari total 1.600 anak-anak yang hadir di acara tersebut, 597 orang diantara meninggal dunia. Dengan begitu, sebagian besar korban meninggalnya adalah anak-anak.
Baca Juga: Selain Kembang Api dan Ciuman, Ini 5 Tradisi Tahun Baru di Berbagai Negara yang Absurd
Pasca kejadian, para keluarga korban menyalahkan Zhou Zhenfu selaku sekretaris acara nonton bareng tersebut. Padahal, Zhou sendiri juga harus kehilangan putrinya yang menjadi korban meninggal dalam kejadian tersebut.
Sempat terjadi aksi protes dari para keluarga korban yang mendesak pihak pemerintah setempat untuk menghukum Zhou Zhenfu. Aksi ini terjadi usai acara pemakaman para korban meninggal digelar.
Ma Ji selaku Sekretaris Deputi Yili berhasil meredakan amarah para keluarga korban lewat pemberian santunan dan liburan kepada mereka. Ia juga meminta kepada para petinggi pemerintah untuk tidak menghukum para provokator dari aksi protes keluarga korban. Atas jasanya ini, Ia sampai mendapat kenaikan jabatan pada bulan Juli 1978.
Pemerintah China menutupi berita ini dari Dunia Internasional
Di sisi lain, berita soal insiden kebakaran tersebut mulai tersebar kemana-mana. Semuanya bermula ketika Kazakhstan selaku negara tetangga terdekat Tiongkok membahas berita ini.
Akan tetapi, pemerintah Tiongkok sendiri malah berusaha untuk menutup-nutupi berita ini. Mereka bahkan sampai menyalahkan pihak Uni Soviet yang masih menguasai Kazakhstan waktu itu sebagai pelaku utama insiden tersebut. Pihak Tiongkok menuduh Soviet kalau mereka mengirimkan seseorang untuk membakar gedung balai kota Bingtuan.
Baca Juga: Dinasti Qin, Dinasti Pertama yang Menyatukan China
Persaingan antara Tiongkok dan Uni Soviet yang berlangsung sejak akhir 1950-an sampai 1989.
Padahal kejadian sebenarnya disebabkan oleh api yang membakar sisa karangan bunga akibat petasan yang dinyalakan oleh seorang anak laki-laki berumur 12 tahun. Keteledoran petugas balai kota yang enggan membuang sisa karangan bunga menjadi salah satu penyebab lainnya.
Bocah 12 tahun merasa bersalah dan menyerahkan diri
Fakta menariknya, dalam kejadian tersebut Zhao sebagai dalang di balik insiden tersebut nyatanya berhasil selamat bersama orang tuanya. Namun, Ia memilih untuk menyerahkan diri ke Polisi sebagai bentuk penyesalannya.
Sebagai hukumannya, Zhao hanya diberi vonis wajib bekerja dan dipenjara di lapas khusus anak di bawah umur. Usai bebas, Zhao pindah ke Guangdong bersama keluarganya.
Sementara itu, para panitia acara mendapat hukumannya masing-masing. Yang paling ringan hukumannya hanya diwajibkan bekerja di peternakan saja, untuk hukuman paling beratnya adalah hukuman penjara selama 2,5 tahun.
Baca Juga: Fakta Dibalik Kisah 1001 Malam, Ternyata Aladdin Etnis China
Pada tahun 1997, reruntuhan gedung balai kota resmi dirobohkan untuk selanjutnya dibangun tempat penghormatan bagi para korban. Pembangunannya sendiri baru rampung pada tahun 2007.
Tempat penghormatan tersebut diberi nama Jianyuan, sementara tempat pemakaman para korban diberi nama Sandapian.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Berbagai Sumber