Kampung yang menyimpan misteri (Pramita Kusumaningrum/IDZ Creators)
Nama Sumbulan di Dusun Krajan I, Desa Plalangan, Kecamatan Jenangan, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, menghilang dari peta. Bagaimana enggak, lingkungan itu ditinggal oleh para penghuninya.
Enam tahun lalu, ada tiga kepala keluarga (KK) yang memutuskan untuk pindah. Setelah sebelumnya bertahan bertetangga hanya tiga keluarga saja. Bagaimana ceritanya?
Tim IDZ Creators mendatangi lingkungan tersebut Selasa (24/5/2022) pagi.
Untuk ke Sumbulan, ada dua jalur yang bisa dilalui. Kamu bisa melewati jalur dari Desa Plalangan, Kecamatan Jenangan, Kabupaten Ponorogo. Bisa juga dari Kelurahan Setono, Kecamatan Jenangan, Kabupaten Ponorogo.
Jalur dari Desa Plalangan, medannya cukup menantang karena harus melalui persawahan. Kalau hujan jalanan tentu becek. Pun jika tidak hati-hati, kendaraan bakal terperosok.
Sementara kalau melintasi jalan via Kelurahan Setono. Jalanannya tetap ekstrem, bahkan kamu harus melintasi jembatan bambu untuk menuju Dusun Sumbulan.
Di lokasi, Tim IDZ Creators melihat ada empat rumah permanen. Ada yang nampak masih kokoh, dua rumah lagi sudah tertutup ilalang.
Satu-satunya bangunan yang masih berdiri tegak adalah Masjid Sumbulan yang dilengkapi dengan beduk di depannya.
Eks warga Kampung Sumbulan, Sumarno menyebutkan masjid tersebut merupakan peninggalan sebuah pondok pesantren yang didirikan sekitar tahun 1850-an oleh Nyai Murtadho saat masih bujang.
Nyai Murtadho ini mendirikan sebuah pesantren yang disebut Sumbulan pada tahun 1850. Ia adalah anak dari seorang ulama dari Demak.
Menurutnya, Pondok Pesantren semakin besar, santrinya pun banyak. Enggak hanya dari Ponorogo, bahkan dari luar Bumi Reog. Mereka pun mendirikan pondok semi permanen dan lama kelamaan menetap di Sumbulan.
Namun sepeninggal Nyai Murtadho dan keluarganya, pondok pesantren tersebut semakin sepi, bangunan kemudian roboh pada 1971 silam.
Hingga terakhir tahun 2016, kampung tersebut benar-benar kosong tanpa penghuni satu pun. Alasan Sumarno sendiri pindah dari Kampung Sumbulan karena akses jalan yang sulit.
Kepada Tim IDZ Creators ia berkisah kalau sewaktu kecil harus berjalan berkilo-kilo meter di jalan setapak untuk sampai di jalan raya.
“Sekarang yang aktif ya hanya masjid itu. Orang-orang di utara sungai juga jarang ke masjid itu karena aksesnya hanya jembatan bambu,” ujar Sumarno.
Setelah menyeberang sungai, warga masih harus melewati jalan tanah yang menanjak.
"Tapi kalau Hari Raya, mereka salat Idul Fitri di masjid itu. Beberapa warga asli Sumbulan juga berkumpul untuk menjenguk kampung halamannya," jelasnya.
Sumarno dan beberapa warga berharap jalan menuju Sumbulan diperbaiki sehingga warga bisa mengakses kampung halamannya kapan saja dengan mudah.
Sementara Kepala Desa Plalangan, Ipin Herdianto membenarkan bahwa Sumbulan sudah enggak berpenghuni. Masjid Sumbulan biasanya jadi tempat beristirahat para petani.
Dia menuturkan bahwa dulunya Sumbulan dihuni oleh 15 kepala keluarga, namun semakin berkurang hingga tersisa 3 KK dan kosong sampai sekarang.
Ketika ditanya soal kampung yang dijuluki Kampung Mati dan identik sama kesan angker, Ipin berkomentar ringan sambil tertawa.
“Kalau masalah mistis hampir semua tempat sama aja, semua tempat ada,” ujarnya
"Sebenarnya tempatnya enak, masih banyak pohon, dirasakan beda, dingin, adem, ada juga bedug kawak, utuh, menurut cerita kalo bedug jaman dulu masih utuh, makam tuanya juga masih ada. Karena memang lingkungannya tidak berpenghuni saja," tutup Ipin.
Bikin cerita serumu dan dapatkan berbagai reward menarik! Let’s join IDZ Creators dengan klik di sini.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: