Kamis, 28 NOVEMBER 2024 • 10:49 WIB

Mengenal Ritual Tepuk Tepung Tawar: Warisan Budaya dalam Masyarakat Melayu Riau

Author

Ritual Tepuk Tepung Tawar

INDOZONE.ID -  Salah satu suku yang kaya akan warisan budaya adalah suku Melayu, yang tersebar luas di Indonesia, terutama di Riau, serta di beberapa negara Asia Tenggara. Sebagai "Bumi Lancang Kuning," Riau memiliki tradisi yang kaya, salah satunya adalah Tepuk Tepung Tawar.

Tradisi ini diakui sebagai Warisan Budaya Takbenda sejak 2019 dan sering dilakukan dalam berbagai peristiwa penting, seperti kelahiran, pernikahan, dan pelepasan jemaah haji.

Tepuk Tepung Tawar mencerminkan nilai budaya Melayu yang kental dengan ajaran Islam dan menjadi simbol doa serta penghormatan.

Sejarah Singkat Tradisi Tepuk Tepung Tawar

Berdasarkan penelitian Rahmawati Putra (2014), tradisi Tepuk Tepung Tawar merupakan ritual adat yang melibatkan tepukan bedak dengan daun-daun tertentu dan percikan air mawar di telapak tangan.

Kemudian, dilakukan penaburan bunga rampai, beras putih, dan beras kuning di tubuh orang yang ditepung tawari, diikuti dengan pembacaan doa oleh tokoh agama. Tradisi ini sudah ada sejak zaman kerajaan di Riau sebagai wujud doa dan penghormatan yang dipraktikkan dalam adat Melayu.

Menurut Zulmizan, Ketua Lembaga Adat Melayu (LAM) Pelalawan, Tepuk Tepung Tawar telah lama menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Melayu. Tradisi ini terkait erat dengan tahapan hidup seseorang atau kelompok, seperti kelahiran, pernikahan, atau peristiwa penting lainnya.

Dalam masyarakat Melayu yang menjunjung tinggi nilai kekeluargaan, tradisi ini menjadi cara untuk mengungkapkan rasa syukur, penghormatan, dan doa kepada mereka yang mendapat berkah atau peristiwa besar dalam hidupnya. Meskipun pelaksanaannya bervariasi di tiap daerah, tujuan utama Tepuk Tepung Tawar adalah memberikan doa restu.

Baca Juga: Mempererat Tali Silaturahmi melalui Bara'an: Tradisi Unik Menyambut Idulfitri di Bengkalis, Riau

Makna dan Simbolisme dalam Tepuk Tepung Tawar

Tradisi Tepuk Tepung Tawar adalah cara masyarakat Melayu untuk mengungkapkan rasa syukur dan doa, terutama dalam acara-acara seperti pernikahan, kelahiran, khitanan, atau pindah rumah. Tradisi ini bertujuan memohon berkah, kasih sayang, dan perlindungan dari bahaya.

Zulmizan menjelaskan bahwa Tepuk Tepung Tawar mengandung doa-doa untuk menolak hal buruk dan memberikan ketenangan hati, yang dilakukan dengan menggunakan perlengkapan tradisional seperti perenjis, penabur, dan renjis. Masing-masing perlengkapan ini memiliki makna simbolik tertentu.

Alat-alat yang digunakan dalam tradisi ini melambangkan nilai-nilai tertentu. Perenjis yang terdiri dari daun-daun tertentu berfungsi untuk meneduhkan hati, penabur yang berisi beras kunyit, beras putih, dan bertih melambangkan harga diri dan kemurnian hati, sementara renjis yang berisi air wangi dan bunga rampai menjadi simbol wewangian dan keberkahan. Dalam pelaksanaannya, tradisi ini dilakukan oleh orang dengan jumlah ganjil, yang dianggap membawa berkah, dan dimulai dari kanan ke kiri sebagai simbol harapan akan perlindungan dari marabahaya.

Nilai Agama dan Psikologis dalam Tradisi Tepuk Tepung Tawar

*Berdasarkan perspektif agama dan psikologis, Tepuk Tepung Tawar memiliki makna yang mendalam. Dalam agama Islam, tradisi ini mengajarkan rasa syukur kepada Allah SWT atas nikmat yang diberikan, sebagaimana disebutkan dalam Surat Al-Baqarah ayat 152. Di samping itu, tradisi ini selalu diiringi dengan doa dari alim ulama, agar kehidupan selalu diberkahi dan terhindar dari segala ancaman.

Baca Juga: Mengulik Tradisi Belian: Metode Pengobatan Gaib Suku Talang Mamak dari Riau

Dari sisi psikologis, Tepuk Tepung Tawar berfungsi sebagai penguat ikatan kekeluargaan. Tradisi ini mendorong anggota keluarga untuk saling menghargai dan merayakan pencapaian satu sama lain, mempererat hubungan emosional dan sosial. Oleh karena itu, penting untuk terus melestarikan Tepuk Tepung Tawar agar nilai-nilai budaya Melayu tetap hidup dan dapat diwariskan kepada generasi mendatang.

Banner Z Creators Undip.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: Jurnal Pembelajaran Dan Isu-Isu Sosial