Napak Tilas Bentrokan Antar Suku di Akhir Tahun 90-an, Pemicu Utama dari Tragedi Berdarah di Kalimantan
INDOZONE.ID - Tragedi ini merupakan kasus bentrokan antar suku yang terjadi di Kalimantan di penghujung tahun 90-an sampai awal tahun 2000-an. Yang membuat tragedi ini masuk ke dalam sejarah kelam bangsa Indonesia adalah aksi pembantaian yang dilakukan oleh kedua suku yang bersitegang.
Semuanya dimulai di tahun 1930, saat pemerintah kolonial Belanda melakukan program transmigrasi pada warga suku Madura ke Kalimantan. Lama kelamaan, warga Madura ini jumlahnya semakin bertambah dan mulai menguasai persaingan di sektor ekonomi dan industri dengan warga suku Dayak, selaku pribumi di Kalimantan. Dengan adanya kebijakan pemerintah yang "melindungi" warga Madura membuat mereka merasa diuntungkan sebagai warga pendatang.
Karena "keuntungan" tersebut, lama kelamaan warga Madura mulai sering melakukan berbagai macam aksi bentrokan dengan warga pribumi di sana, termasuk warga Dayak dan Melayu.
Semua dimulai dari aksi bentrokan pada periode Desember 1996 sampai dengan Januari 1997, di mana pada bentrokan tersebut ada sebanyak 600 orang warga meninggal di dalamnya. Lalu di tahun 1999, ada kasus bentrokan yang melibatkan warga Melayu dan Madura.
Pada kasus ini, warga Melayu tidak sendirian, mereka mendapat pertolongan dari warga Dayak. Kejadian ini menelan korban jiwa sebanyak 3.000 orang dan berlokasi di Sambas, Kalimantan Barat. Peristiwa ini dikenal sebagai Tragedi Sambas.
Meski konflik antara warga pendatang dan pribumi ini masih terus berlangsung, nyatanya pada tahun 2000 jumlah warga Madura sudah mencapai angka 21 persen dari populasi warga di Kalimantan Tengah.
Dan puncaknya, terjadi pada sebuah peristiwa yang dinamakan sebagai Tragedi Sampit, sebuah bentrokan antar suku di kawasan Sampit, Kalimantan Tengah yang terjadi di tanggal 18-28 Februari 2001. Ini adalah bentrokan yang melibatkan warga suku Dayak dengan suku Madura.
Awalnya, kejadian ini cuma terjadi di Sampit saja. Sampai akhirnya, berbagai macam aksi bentrokan pun terjadi di seluruh Provinsi Kalimantan Tengah.
Yang menjadi penyebab utama dari tragedi ini adalah perbuatan warga suku Madura yang ingin mengklaim Sampit sebagai "Sampang Kedua" bagi mereka. Caranya dengan membantai warga pribumi dari suku Dayak yang menetap di Sampit. Ada beberapa versi yang menyebutkan bagaimana Tragedi Sampit bisa bermula.
Versi pertama menyebut kalau tragedi ini terjadi akibat ulah warga suku Madura yang membakar pemukiman warga suku Dayak. Tak terima dengan perbuatan para pendatang itu, kaum pribumi pun melakukan aksi balas dendam dengan melakukan cara yang sama.
Menurut Ketua Asosiasi Masyarakat Dayak, yaitu Prof. Usop menyebut kalau semua ini bermula saat warga suku Madura kalah taruhan dengan warga suku Dayak. Tak terima dengan kekalahannya, warga pendatang ini menyiksa dan menghabisi nyawa warga pribumi. Kejadian ini diketahui oleh warga suku Dayak dan dari sinilah Tragedi Sampit terjadi.
Baca Juga: Tugu Khatulistiwa Pontianak, Titik Nol Pulau Kalimantan yang Jadi Monumen Bersejarah
Pada versi terakhir, disebutkan kalau Tragedi Sampit sebenarnya disebabkan oleh tawuran pelajar yang berasal dari sekolah yang sama. Namun, tawuran ini terjadi karena perbedaan suku dari kedua kubu pelajar yang bersitegang. Permasalahan tersebut kian membesar hingga mengakibatkan terjadinya bentrokan antar suku di Sampit.
Bentrokan ini membuat tim gabungan TNI-Polri kewalahan. Pasalnya, hanya sekitar 5.000 personel aparat gabungan saja yang diterjunkan. Sedangkan di Sampit saja, ada 32.000 warga suku Dayak yang terlibat, sementara di kubu Madura ada 90.000 orang yang terlibat di dalamnya.
Jumlah ini semakin bertambah, khususnya di kubu suku Dayak. Saat bentrokan ini sudah menyebar di seluruh Provinsi Kalimantan Tengah, kekuatan warga suku Dayak bertambah menjadi 1.500.000 orang.
Meskipun kalah jumlah, hanya ada 6 personel aparat gabungan saja yang gugur. Di kubu warga Dayak, sebanyak 188 orang meninggal dunia. Sementara di kubu warga Madura, mereka kehilangan sekitar 1.000 orang warga akibat bentrokan ini. Tidak hanya itu, sebanyak 250.000 warga Madura harus kehilangan tempat tinggalnya akibat peristiwa ini. Fakta mengejutkannya adalah, dari 1.000 orang korban jiwa, ada sekitar 700 orang warga Madura yang meninggal dengan cara dipenggal kepalanya.
Konten ini adalah kiriman dari Z Creators Indozone. Yuk bikin cerita dan konten serumu serta dapatkan berbagai reward menarik! Let's join Z Creators dengan klik di sini.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Wikipedia