Kategori Berita
Media Network
Selasa, 12 SEPTEMBER 2023 • 16:04 WIB

Mengenal Petrus, Si Penembak Misterius di Era Orde Baru: Benarkah Untuk Membasmi Penjahat?

Ilustrasi penembak misterius atau Petrus. (Freepik)

INDOZONE.ID - Tentunya istilah Petrus sudah tak asing lagi di telinga kita semua, walaupun sebutan itu ada di era orde baru. Namun, banyak dari kita kembali membahasnya di social media, khususnya saat bereaksi adanya tindakan di jalanan yang dilakukan oleh preman atau penjahat kejam yang membuat masyarakat takut.

Dalam beberapa artikel yang beredar di dunia maya, penembakan misterius, atau yang sering disebut sebagai Petrus, adalah sebuah operasi rahasia yang dilakukan selama pemerintahan Soeharto pada tahun 1980-an untuk mengatasi tingkat kejahatan yang sangat tinggi pada saat itu.

Operasi ini pada umumnya melibatkan penangkapan dan pembunuhan terhadap individu yang dianggap mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat, terutama di Jakarta dan Jawa Tengah. Identitas pelaku operasi ini tidak pernah jelas dan tidak pernah tertangkap, sehingga muncullah istilah "petrus" (penembak misterius).

Nah, apakah betindakan mereka memang untuk mengatasi penjahat? Apakah benar target mereka benar-benar penjahat, atau orang yang sengaja dikirminalisasi, lalu dihabisi?

Baca Juga: Dicoretnya Nama Tan Malaka dari Daftar Pahlawan Nasional, Terjadi Sejak Orde Baru

Petrus pertama kali: Operasi Clurit

 

Petrus pertama kali dimulai sebagai bagian dari upaya penanggulangan kejahatan di Jakarta. Pada tahun 1982, Soeharto memberikan penghargaan kepada Kapolda Metro Jaya, Mayjen Pol Anton Soedjarwo, atas keberhasilannya dalam mengungkap serangkaian perampokan yang mengganggu masyarakat.

Pada bulan Maret tahun yang sama, dalam rapat koordinasi ABRI, Soeharto mendorong polisi dan ABRI untuk mengambil tindakan tegas dalam penanggulangan kejahatan. Permintaan ini direspons oleh Pangkopkamtib Laksamana Soedomo dalam rapat dengan Pangdam Jaya, Kapolri, Kapolda Metro Jaya, dan Wagub DKI Jakarta pada tanggal 19 Januari 1983.

Keputusan tersebut menghasilkan pelaksanaan Operasi Clurit di Jakarta, yang kemudian diikuti oleh kepolisian dan ABRI di berbagai kota dan provinsi lainnya.

532 orang tewas

Ilustrasi penembak misterius atau Petrus. (Freepik)

Pada tahun 1983, tercatat 532 orang tewas akibat operasi Petrus, dengan 367 di antaranya tewas akibat luka tembakan. Pada tahun 1984, terdapat 107 kematian, termasuk 15 yang tewas ditembak. Pada tahun 1985, terdapat 74 kematian, dengan 28 di antaranya tewas ditembak.

Baca Juga: 8 Fakta Mafia Berkeley di Era Soeharto, Bagian Rencana CIA Jadikan Indonesia Boneka AS

Para korban Petrus sering ditemukan dalam kondisi tangan dan leher terikat, dan seringkali mayat mereka ditemukan dalam karung yang ditinggalkan di berbagai lokasi seperti pinggir jalan, depan rumah, sungai, laut, hutan, dan kebun.

Banyak korban yang diculik oleh pihak yang tidak dikenal atau ditangkap oleh aparat keamanan. Petrus pertama kali dilaksanakan di Yogyakarta dan diakui oleh M. Hasbi yang saat itu menjabat sebagai Komandan Kodim 0734 sebagai bagian dari operasi pembersihan para penggali.
Panglima Kowilhan II Jawa-Madura, Letjen TNI Yogie S. Memet, memiliki rencana untuk meluaskannya. Oleh karena itu, operasi ini dilanjutkan secara rahasia di berbagai kota.

Kriminal atau Dikriminalisasi?

Ilustrasi target operasi. (Freepik)

Operasi Petrus menjadi topik kontroversial yang memicu perdebatan di berbagai kalangan, termasuk di kalangan hukum, politisi, dan pemerintah.

Amnesty International bahkan mengirimkan surat untuk menanyakan kebijakan pemerintah Indonesia terkait operasi tersebut.

Belum lagi muncul artikel-artikel yang berisi curhatan beberapa keluarga dari para korban Petrus. Banyak dari mereka menyebutkan orang tua mereka atau saudara mereka dikriminalisasi, dituduk melakukan pidana, lalu dihabisi oleh Petrus.

Baca Juga: Kisah John Hinckley Jr, Penembak Presiden Reagen yang Motifnya Hanya Ingin Caper ke Idola

Seperti yang terjadi di Semarang, ada satu wilayah yang disebut Kampung Bandit dan beberapa dari warganya ditembak. Bahkan ada yang salah sasaran.

Tanggapan Soeharto

Mendiang mantan presiden Soeharto. (ANTARA)

Tindakan tegas dalam menanggulangi kejahatan dianggap sebagai suatu keharusan, meskipun tindakan kekerasan tidak selalu berarti menembak secara langsung. Mereka yang melakukan perlawanan, terpaksa harus dihadapi dengan tindakan kekerasan.

Tujuannya adalah memberikan pesan bahwa tindakan kejahatan tidak akan ditoleransi, dan operasi ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman bahwa terhadap perbuatan jahat masih ada yang bisa bertindak dan mengatasinya.

Tindakan ini diambil untuk memberantas kejahatan yang telah melewati batas kemanusiaan. Ha; itu diungkapkan oleh mantan presiden Soeharto dalam bukunya “Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya” karya Ramadhan K.H. yang dirilis 1989.

“Tidak perlu ragu-ragu untuk mengeksekusi para penjahat, bahkan jika mereka penjahat kerah putih, karena itu merupakan kepentingan yang lebih besar daripada persoalan penjahat yang mati misterius. Hal ini untuk memberikan rasa aman kepada 150 juta rakyat Indonesia.”

Pendapat terkait operasi Petrus sangatlah beragam dan memicu perdebatan tentang metode penanganan kejahatan. Meskipun tindakan tegas diperlukan, tindakan sembarangan dan penembakan tanpa pengadilan dianggap melanggar prinsip-prinsip keadilan.

Beberapa pihak berpendapat bahwa kebijakan ini adalah suatu kepentingan yang lebih besar, sementara yang lain menilai bahwa tindakan semacam itu merusak prinsip-prinsip hukum dan hak asasi manusia.

 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: Berbagai Sumber

BERITA TERKAIT
BERITA TERBARU

Mengenal Petrus, Si Penembak Misterius di Era Orde Baru: Benarkah Untuk Membasmi Penjahat?

Link berhasil disalin!