Remaja Tewas di Gereja Incheon Setelah Disiksa Secara Brutal oleh Anggota Gereja, Ini Rangkuman Faktanya
INDOZONE.ID - Seorang remaja berusia 17 tahun meninggal dunia di sebuah gereja di Incheon, Korea Selatan, setelah mengalami penyiksaan berat oleh anggota gereja.Tragedi ini mengguncang masyarakat Korea Selatan dan memicu kemarahan publik.
Berikut rangkuman kasus remaja tewas setelah disiksa secara brutal oleh para anggota Gereja.
Remaja Berusia 17 Tahun Meninggal di Gereja
Pada 15 Mei 2024, seorang remaja ditemukan tewas di gereja tempat ia tinggal selama tiga bulan. Kejadian ini baru terungkap ke publik setelah seorang anggota Partai Kekuatan Rakyat, Yoo Sang Bum, membeberkan rincian insiden tersebut. Penyiksaan yang dialami korban menjadi sorotan setelah adanya penyelidikan dari pihak berwenang.
Penyiksaan dan Perlakuan Tidak Manusiawi
Korban yang diketahui menderita gangguan bipolar, justru diserahkan oleh ibunya kepada tim paduan suara gereja untuk "disembuhkan." Namun, daripada mendapatkan perawatan yang tepat, korban malah mengalami berbagai bentuk penyiksaan.
Anggota paduan suara yang bertanggung jawab atas korban memaksanya untuk menyalin ayat-ayat Alkitab selama lima hari berturut-turut tanpa tidur sama sekali dan melakukan aktivitas fisik berat, seperti naik turun tangga gereja selama satu jam setiap hari.
Saat korban menunjukkan tanda-tanda gangguan mental, ia diikat dan disiksa, meskipun ia telah memohon untuk dibawa ke rumah sakit jiwa.
Baca Juga: Mengenal Kisah Rasul Thomas: Sang Pendiri Gereja Kristen Tertua di India
Pemimpin Paduan Suara Mengetahui Penyiksaan dan Temuan Polisi
Setelah korban meninggal, polisi menemukan tubuhnya dengan tangan terikat dan tubuh penuh dengan memar. Diduga kuat, pemimpin paduan suara mengetahui tindakan kekerasan yang dialami korban dan bahkan menyetujui penyiksaan tersebut.
Setelah mendapatkan laporan dari dua anggota paduan suara, pemimpin tersebut memberi instruksi untuk "menghukum dia dengan keras." Bahkan ketika korban kehilangan kendali, seperti cedera pada kandung kemih dan ususnya pada 4 Mei 2024, pemimpin paduan suara tetap menolak memberikan bantuan medis.
Sejak 6 Mei 2024, korban juga tidak mampu makan dengan normal. Namun, daripada mencari pertolongan medis, anggota paduan suara justru mencari informasi di internet tentang "titik lemah tubuh," "alat pengikat yang digunakan di rumah sakit saat kejang," dan "hukuman di institusi mental." Mereka juga membeli alat pengikat yang biasa digunakan untuk pasien demensia.
Proses Hukum Terhadap Pelaku
Tiga anggota gereja yang terlibat dalam penyiksaan tersebut kini menghadapi persidangan atas tuduhan penyiksaan anak yang menyebabkan kematian. Sang ibu korban juga turut didakwa karena kelalaian dalam merawat anaknya.
Sementara itu, pemimpin paduan suara membantah sebagian besar tuduhan yang diarahkan kepadanya. Tersangka lainnya juga mengklaim bahwa mereka tidak memiliki niat untuk melakukan kejahatan.
Demikian rangkuman kasus remaja tewas di Gereja Incheon setelah disiksa secara brutal oleh para anggota Gereja. Tragedi ini mencerminkan kekejaman yang dapat terjadi di bawah kedok agama dan ketidakpedulian terhadap kesehatan mental.
Kasus ini menjadi pengingat betapa pentingnya perawatan medis yang tepat dan pengawasan terhadap tindakan kekerasan, terutama di lingkungan yang seharusnya melindungi dan mendukung anggotanya.
Sidang lanjutan akan menjadi penentu keadilan bagi korban dan menjadi pengingat bagi masyarakat untuk lebih peduli terhadap kesehatan mental dan fisik anak-anak.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Koreaboo.com