Minggu, 10 NOVEMBER 2024 • 17:20 WIB

Dari Yogyakarta ke Nusantara, Perkembangan Pesat Muhammadiyah di Indonesia pada 1918-1925

Author

Bendera Muhammadiyah.

INDOZONE.ID - Tahun 1918-1925 merupakan periode penting bagi organisasi Muhammadiyah, karena menjadi awal mula perkembangan Muhammadiyah.

Dari yang awalnya hanya fokus pada skala regional di Yogyakarta, kemudian mampu meluas hingga ke berbagai wilayah di Indonesia.

Perluasan wilayah dan pendirian cabang Muhammadiyah tersebut telah mendapatkan perizinan dari Pemerintah Hindia Belanda, yang tertuang dalam Besluit 2 September 1921 No. 36.

Selain itu, Muhammadiyah pada masa ini juga berkembang menjadi organisasi yang lebih terstruktur.

Hal tersebut dibuktikan dengan adanya rapat umum anggota yang digelar pada tahun 1920, menghasilkan pembentukan empat Hoofd Bestuur Muhammadiyah atau unsur pembantu pimpinan pusat Muhammadiyah.

Unsur-unsur tersebut terdiri atas Hoofd Bestuur (H.B) Bahagian Sekolahan, H.B Bahagian Tabligh, H.B Bahagian Penolong Kesengsaraan Umum, dan Hoofd Bestuur (H.B) Bahagian Taman Pustaka.

Baca Juga: Kilas Balik Sejarah Berdirinya Muhammadiyah, Bukan Sekadar Organisasi Islam Tanpa Prestasi

Pada rentang waktu 1918-1925, perkembangan Muhammadiyah tercermin dengan munculnya beberapa amal usaha dan organisasi otonom, seperti berdirinya sekolah bernama Qismul Arqa.

Sekolah tersebut nantinya yang menjadi cikal bakal berdirinya Madrasah Muallimin dan Muallimat di Yogyakarta.

Pada tahun 1920, nama Qismul Arqa diubah menjadi Pondok Muhammadiyah, kemudian pada tahun 1921 diubah menjadi Hoogere School Muhammadiyah, yang kembali berubah pada tahun 1924 menjadi Kweekschool Muhammadiyah.

Nama Hoogere School dan Kweekschool Muhammadiyah kurang disukai oleh banyak orang karena menggunakan Bahasa Belanda.

Oleh karena itu, pada tahun 1930 ketika dilaksanakan Kongres Muhammadiyah, nama tersebut kemudian diubah menjadi Madrasah Muallimin Muallimat Yogyakarta.

Pada tahun 1918, K.H. Ahmad Dahlan bersama beberapa muridnya seperti Sarbini dan Sumodirjo, juga membentuk organisasi otonom yang bergerak dalam bidang kepanduan, bernama Padvinders Muhammadiyah.

Berdirinya Padvinders Muhammadiyah dilatarbelakangi oleh ketertarikan K.H Ahmad Dahlan ketika melihat kegiatan kepanduan (Javaansche Padvinders Organisatie) di Alun-Alun Mangkunegaran setelah mengisi ceramah di Solo.

Berdirinya Padvinders Muhammadiyah kemudian mengalami perkembangan yang pesat hingga mencapai seluruh wilayah di Indonesia.

Pada tahun 1920 atas usulan H. Hadjid, nama Padvinders Muhammadiyah diubah menjadi Hizbul Wathan yang artinya Pembela Tanah Air.

Baca Juga: Awal Puasa Berbeda, Mengapa Penetapan Lebaran Muhammadiyah dan NU Bisa Sama?

Perkembangan Hizbul Wathan masih dapat kita rasakan hingga saat ini, khususnya bagi kalian yang menuntut ilmu di sekolah milik Muhammadiyah.

Selain berdirinya berbagai amal usaha dan organisasi otonom, kebebasan Muhammadiyah dalam melakukan perluasan wilayah hingga ke seluruh Indonesia, terbukti memberikan dampak yang singnifikan.

Hal ini tampak dari pertumbuhan anggota aktif yang awalnya berjumlah 149 pada tahun 1917, kemudian menjadi 3.346 pada tahun 1922.

Pada tahun 1923, K.H Ahmad Dahlan wafat dan kiprahnya diteruskan oleh K.H Ibrahim.

Muhammadiyah di bawah kepemimpinan K.H Ibrahim juga mengalami perkembangan seperti adanya pertumbuhan jumlah anggota hingga total keseluruhannya menjadi 4.000 anggota aktif, serta berdirinya 55 sekolah di Surabaya dan Yogyakarta.

Pada tahun 1925, seorang tokoh dari Minang bernama Haji Rasul mendirikan cabang Muhammadiyah di Minangkabau, dan mengembangkannya hingga dapat menyebar ke wilayah-wilayah Sumatra, Sulawesi, Kalimantan dan sekitarnya.

Banner Z Creators Undip.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: IQRA: Jurnal Ilmu Kependidikan Dan Keislaman