Selama studi di University of Miami, seorang profesor di Fakultas Seni dan Sains Departemen Psikologi sebelumnya menemukan bahwa anak-anak cenderung mempelajari kata-kata lebih tinggi dalam ikonisitas lebih awal dalam perkembangan daripada mereka lakukan kata-kata yang lebih rendah ikonisitas.
Kemiripan antara bagaimana sebuah kata terdengar dan artinya yang dikenal sebagai ikonisitas. Studi ini dipublikasikan di jurnal Cognitive Science. Professor Lynn Perry juga menemukan bahwa orang deawasa cenderung menggunakan kata-kata yang lebih ikonik saat berbicara kepada anak-anaka dibanding orang dewasa lainnya. Di sisi lain, Stephanie Custode memberikan komentarnya.
"Itu membuat kami penasaran mengapa," ungkapnya.
"Apakah ikonisitas memainkan peran kausal dalam perkembangan bahasa anak-anak, membantu mereka mempelajari kata-kata baru, bahkan pada akhirnya kata-kata yang memiliki asosiasi makna suara yang tidak ikonik atau sewenang-wenang?" tutupnya.
Untuk studi it, peneliti mengeksplorasi apakah orang tua yang memakai kata-kata ikonik saat mereka bermain dengan objek baru dengan anak-anak berusia antara 1 dan 2 tahun membantu mereka pelajari nama-nama objek itu. Benda-benda itu adalah mainan dan makanan baru yang dibuat dan diberikan nama oleh para peneliti, seperti "blicket" untuk menggambarkan mainan tanah liat dengan bentuk yang dibuat-buat.
Mereka menemukan bahwa ketika orang tua menamai objek novel, anak-anak mereka lebih mungkin mengingat nama-nama novel itu nanti jika orang tua juga menggunakan kata-kata yang sangat ikonik dalam kalimat yang sama.
"Pertimbangkan ketika orang tua mengajari anak mereka tentang 'kucing' dengan berbicara tentang bagaimana mereka 'mengeong', atau tentang sweter dengan berbicara tentang betapa 'kabur' itu, atau tentang 'madu' dengan berbicara tentang betapa lengketnya itu," kata Perry.
“Kemiripan antara bunyi kata seperti 'lengket' dan tekstur madu membantu anak memperhatikan khasiat itu. Jika orang tua juga mengatakan 'madu' saat menjelaskan sifat lengketnya, anak dapat membentuk ingatan yang lebih kuat tentang itu. kata baru dan artinya, karena mereka memperhatikan sifat-sifat pentingnya - dalam hal ini teksturnya yang lengket. " jelasnya.
"Jika orang tua berbicara tentang lengket tanpa menyebut nama 'madu', tidak ada nama baru untuk dikaitkan dengan tekstur lengket itu, dan jika orang tua menamai madu tetapi berbicara tentang itu menjadi kuning, sebuah kata yang tidak terlalu terdengar seperti itu Artinya, anak mungkin kurang memperhatikan madu dan melupakannya. Dalam kedua kasus tersebut, anak tidak akan mempelajari kata baru 'sayang', tutupnya.
Artikel Menarik Lainnya:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: