Kecelakaan pesawat Sukhoi Superjet 100 (SSJ-100) di Gunung Salak terjadi pada tanggal 9 Mei 2012. Pesawat itu hilang kontak dalam penerbangan demonstrasi usai berangkat dari Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta dan menelan korban jiwa sebanyak 45 orang.
Pesawat dengan nomor registrasi 97004 sedianya sedianya akan melakukan perjalanan demonstrasi yang bertajuk 'Welcome Asia'. Selain Indonesia, pesawat Sukhoi Superjet 100 ini juga terbang di Kazakhstan, Pakistan, dan Myanmar; pesawat ini juga akan melanjutkan perjalanan ke Laos dan Vietnam.
Kedatangan pesawat tersebut adalah melakukan demo flight untuk memperkenalkan produk pesawat baru itu ke Indonesia. PT Tri Marga Rekatama adalah perwakilan atau agen Sukhoi Company di Indonesia. Dalam demo penerbangan untuk kepentingan promosi itu pihaknya menyebar 100 undangan untuk mengikuti joy flight di Bandara Halim Perdanakusuma.
Mereka yang diundang di antaranya pebisnis Indonesia yang bergerak di bidang penerbangan, wartawan, dan pihak-pihak lainnya. Joy flight dibagi dalam beberapa kloter dengan tujuan Bandara Halim Perdana Kusuma-Pelabuhan Ratu-Bandara Halim Perdanakusuma.
Baca Juga: Kecelakaan Sukhoi Superjet 100 di Gunung Salak: Dari 45 Korban, 3 Jurnalis Indonesia Tewas
Kloter pertama berlangsung lancar dan selamat. Setelah melakukan penerbangan sekitar 30-35 menit, pesawat mendarat sempurna di Bandara Halim Perdanakusuma.
Pada saat giliran kloter kedua take off, kloter kedua Superjet 100 berisikan terdapat 6 orang awak kabin, 2 orang perwakilan dari Sukhoi, dan 37 orang penumpang. Penerbangan kedua inilah yang bermasalah.
Pada pukul 14:00 WIB, Sukhoi Superjet 100 lepas landas dari Bandar Udara Halim Perdanakusuma untuk sebuah penerbangan demonstrasi lokal yang dijadwalkan mendarat kembali ke titik awal keberangkatan.
Awak pilot yang bertugas di Superjet 100 adalah Alexander Yablonstev, yang belakangan diketahui baru pertama kali menerbangkan pesawat di Indonesia. Setelah take off Superjet 100 berada di ketinggian 10.000 kaki, namun berselang beberapa menit kemudian pilot berkomunikasi untuk menurunkan ke ketinggian 6.000 kaki.
Otoritas pemandu lalu lintas udara pun memberikan izin agar Superjet 100 berada di ketinggian 6.000 kaki. Ketika di ketinggian tersebut, pesawat membuat orbit atau lintasan melingkar ke kanan dengan tujuan agar pesawat tak terlalu tinggi untuk proses pendaratan di Bandara Halim Perdana Kusuma.
Berdasarkan layar di radar posisi pesawat Superjet 100 saat itu sekitar 75 mil laut (139 km) selatan Jakarta, di sekitar Gunung Salak. Namun pada pukul 14.33 WIB petugas bandara tidak lagi bisa berkomunikasi dengan pilot pesawat Superjet 100 yang terakhir kali meminta ketinggian pesawat diturunkan, begitu juga dengan para penumpang.
Alhasil pesawat Superjet 100 ini pun dinyatakan hilang kontak di sekitar Gunung Salak, Bogor, Jawa Barat.
Sebuah pencarian di darat dan udara untuk pencarian pesawat ini dimulai, tetapi dibatalkan karena malam tiba.
Barulah di tanggal 10 Mei Pasca pesawat Superjet 100 hilang kontak di tanggal 9 Mei 2012, Tim Sar pun dikerahkan ke Gunung Salak untuk melakukan pencarian. Hal itu sebagaimana disampaikan oleh PT Dirgantara Indonesia (PTDI) melalui Humasnya, Rakhendi.
"Ya PTDI mengerahkan tim SAR ke sana," ujar dia sebagaimana dilansir dari Antara.
Pencarian itu membuahkan hasil karena ditemukan reruntuhan Superjet Sukhoi di Gunung Salak dengan koordinat 6°42′35″S 106°44′03″E, pada ketinggian 1.500 meter. Hal yang diketahui hanya bahwa pesawat terbang searah jarum jam menuju Jakarta sebelum menabrak Gunung Salak.
Laporan awal menunjukkan bahwa pesawat menabrak tepi tebing di ketinggian 6.250 kaki (1.900 m), meluncur menuruni lereng dan berhenti di ketinggian 5.300 kaki (1.600 m). Pesawat ini muncul relatif utuh dari udara, namun telah mengalami kerusakan besar, dan tidak ada tanda korban selamat.
Lokasi kecelakaan itu tidak dapat diakses oleh udara dan belum terjangkau oleh tim penyelamat pada malam hari pada tanggal 10 Mei. Beberapa kelompok dari personel penyelamat berusaha mencapai reruntuhan dengan berjalan kaki.
Berdasarkan hasil investigasi Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) pilot Superjet 100 mengabaikan Terrain Awareness Warning System (TAWS). Ketua KNKT saa itu Tatang Kurniadi mengatakan 38 detik sebelum pesawat menabrak Gunung Salak, TAWS memberikan peringatan berupa suara.
Sura tersebut berupa 'Terrain ahead pull up' atau medan di depan naik diikuti dengan enam kali peringatan suara 'Avoid terrain' yakni hindari medan.
"Pilot in command mematikan TAWS tersebut karena berasumsi peringatan-peringatan tersebut akibat database yang bersamalah," ujar Tatang saat memberikan keterangan pers 18 Desember 2012.
Baca Juga: Sukhoi Su-30, Pesawat Tempur Canggih Yang Multifungsi Buatan Rusia
Bahkan, kata Tatang, tujuh detik menjelang tabrakan terdengar juga suara 'Landing gear not down' alias roda pendarat tidak turun, yang muncul dari sistem pesawat Superjet 100.
"Peringatan aktif apabila pesawat berada pada ketinggian kurang dari 800 kaki di atas permukaan tanah dan roda pendarat belum diturunkan," urai Tatang.
Tatang juga menyatakan berdasarkan investigasi KNKT salah satu faktor berkontribusi menyebabkan Sukhoi Superjet 100 menabrak Gunung Salak adalah percakapan yang tak berkaitan dengan penerbangan.
"Terjadi pengalihan perhatian terhadap awak pesawat dari percakapan yang berkepanjangan dan tidak terkait penerbangan, yang telah menyebabkan pilot menerbangkan pesawat tidak dengan segera mengubah arah pesawat ketika orbit dan pesawat keluar dari orbit tanpa disengaja," beber Tatang.
Petugas yang mengevakuasi serpihan bangkai pesawat Sukhoi Superjet 100 di Gunung Salak kesulitan karena medan berat di wilayah itu. Lantaran berada di kaki Gunung Salak, evakuasi pun menggunakan alat seadanya tanpa alat berat.
"Sulitnya medan menuju lokasi jatuhnya pesawat cukup kami kesulitan mengevakuasi serpihan kecil bingkai pesawat, sehingga kami hanya dengan menggunakan alat seadanya yang bisa kami ambil dengan tangan," ucap koordinator survey PT Persada Angkasa Transportindo, Choirul Anwar sebagaimana dilansir Antara.
Hingga akhirnya di tanggal 27 Juni 2013, evakuasi bangkai pesawat Sukhoi Superjet 100 dihentikan walaupun bongkahan besar belum mampu dievakuasi. Sebagian serpihan pesawat yang berhasil dievakuasi sudah dibawa oleh pihak perusahaan yang ditugaskan oleh Rusia.
Artikel Menarik Lainnya:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: