Bung Karno ternyata pernah jual mobil demi membangun Patung Dirgantara atau yang lebih dikenal dengan nama Patung Pancoran.
Hal ini dikarenakan pemerintah kekurangan dana untuk menyelesaikan pembangunan patung yang berada di kawasan Pancoran, Jakarat Selatan, tepatnya di depan kompleks perkantoran Wisma Aldiron.
Dikutip dari laman TNI Angkatan Udara, Patung Pancoran memang dibagun atas permintaan Bung Karno untuk menampilkan keperkasaan bangsa Indonesia di bidang dirgantara.
Patung itu sengaja didesain sedemikian rupa untuk melambangkan keperkasaan, mengandalkan sifat-sifat jujur, berani dan bersemangat.
Berat patung yang terbuat dari perunggu itu mencapai 11 Ton. Sementara tingginya 11 meter, dan kaki patung mencapai 27 meter.
Baca juga: Benarkah Paskibraka Bakal Ditembak Mati Jika Terbalik Kibarkan Bendera Merah Putih?
Adapun total biaya pembuatan pada tahun 1964 adalah Rp12 juta. Di mana dlam buku sejarah singkat patung-patung dan monumen di Jakarta dituliskan, patung ini dirancang oleh Edhi Sunarso sekitar tahun 1964-1965 dengan bantuan dari Keluarga Arca Yogyakarta.
Proses pengerjaannya dilakukan oleh Pengecoran Patung Perunggu Artistik Dekoratif Yogyakarta pimpinan I Gardono. Sementara proses pembangunannya dilakukan oleh PN Hutama Karya dengan IR. Sutami sebagai arsitek pelaksana.
Biaya awal ditanggung oleh Edhi Sunarso, sang pemahat. Dan Bung Karno menjual mobil pribadinya seharga Rp1 juta pada waktu itu.
Pemerintah hanya membayar Rp5 juta. Sisanya, sebesar Rp6 juta, menjadi utang pemerintah yang sampai saat ini tidak pernah terbayar.
Proyek itu juga sempat berhenti gara-gara peristiwa 30 September 1965. Sehingga Bung Karno didemo tiap hari.
Puncaknya adalah penolakan MPRS atas pertanggungjawaban Bung Karno, terhadap peristiwa pemberontakan PKI tadi. Lalu Bung Karno dilengserkan, dan Soeharto jadi Presiden.
Meski kondisinya buruk, Bung Karno tetap bertekad meneruskan patung itu. Dia selalu menyempatkan diri memantau pengerjaannya. Tiang penyangga patung sudah selesai, tapi pekerjaan terancam berhenti.
Edhi tak sanggup meneruskan pekerjaan itu, mengingat dirinya banyak utang untuk pekerjaan itu.
Melihat kondisi tersebut, Bung Karno lantas memanggil Edhi dan memberinya uang Rp1,7 juta. Belakangan Edhi baru tahu, uang itu hasil penjualan mobil pribadi Bung Karno.
Sekalipun uang itu belum cukup menutup semua biaya, Edhi meneruskan pengerjaan patung dirgantara itu.
Hari Minggu tanggal 21 Juni 1970, ketika Edhi sedang berada di puncak Tugu Dirgantara. Tiba-tiba, melintas iring-iringan mobil jenazah.
Salah seorang pekerja memberi tahunya, bahwa yang barusan lewat adalah iring-iringan mobil jenazah Bung Karno. Sang Proklamator meninggal.
Dia pun langsung turun dari puncak Tugu Dirgantara, dan menyusul ke Blitar, memberi penghormatan terakhir kepada Putra Sang Fajar.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: