Terdakwa kasus penendangan sesajen di Gunung Semeru, Hadfana Firdaus divonis 10 bulan penjara dan denda Rp10 juta oleh Pengadilan Negeri Lumajang, Jawa Timur. Vonis tersebut disampaikan hakim dalam sidang putusan pada Selasa (31/5/2022).
Vonis tersebut lebih berat dari tuntutan jaksa yang menuntut Hadfana dengan hukuman 7 bulan penjara dan denda Rp50 juta.
Bicara soal sesajen Gunung Semeru, tidak dapat dilepaskan dengan tradisi ruwatan yang rutin diadakan warga di kaki gunung yang mengalami erupsi beberapa waktu lalu tersebut.
Ruwatan adalah tradisi untuk menyucikan diri yang diyakini dalam adat Jawa dan Bali. Ruwatan diyakini sebagai jalan untuk membebaskan seseorang dari hukuman atau kutukan.
Dalam ruwatan, biasanya digunakan sesajen. Bila sesajen dirusak atau ditendang, diyakini bisa menimbulkan malapetaka bagi pelakunya.
Paranormal Ki Dharma mengatakan, bahwa ritual ruwatan dengan sesajen adalah bentuk penghormatan terhadap alam di samping untuk menyembah Tuhan yang sudah dilakukan oleh para leluhur secara turun temurun.
"Jangan putra nusantara ini, gegabah kepada lelulurnya karena leluhurnya bersumpah untuk bhinneka tunggal ika, yang arahnya menjadi negara agama," ujarnya dalam video di kanal YouTube Tali Agung, disimak Indozone pada Selasa (31/5/2022).
Dikutip dari Wikipedia, dalam kepercayaan masyarakat Jawa yang ditulis pada kitab Tantu Pagelaran yang berasal dari abad ke-15, dahulu kala Pulau Jawa mengambang di lautan luas, terombang-ambing dan senantiasa berguncang. Para Dewa memutuskan untuk memakukan Pulau Jawa dengan cara memindahkan Gunung Meru di India ke atas Pulau Jawa.
Dewa Wisnu menjelma menjadi seekor kura-kura raksasa menggendong gunung itu di punggungnya, sementara Dewa Brahma menjelma menjadi ular panjang yang membelitkan tubuhnya pada gunung dan badan kura-kura sehingga gunung itu dapat diangkut dengan aman.
Dewa-dewa tersebut meletakkan gunung itu di atas bagian pertama pulau yang mereka temui, yaitu di bagian barat Pulau Jawa.
Tetapi berat gunung itu mengakibatkan ujung pulau bagian timur terangkat ke atas. Kemudian mereka memindahkannya ke bagian timur pulau Jawa.
Ketika gunung Meru dibawa ke timur, serpihan gunung Meru yang tercecer menciptakan jajaran pegunungan di pulau Jawa yang memanjang dari barat ke timur.
Akan tetapi ketika puncak Meru dipindahkan ke timur, pulau Jawa masih tetap miring, sehingga para dewa memutuskan untuk memotong sebagian dari gunung itu dan menempatkannya di bagian barat laut.
Penggalan ini membentuk Gunung Pawitra, yang sekarang dikenal dengan nama Gunung Penanggungan, dan bagian utama dari Gunung Meru, tempat bersemayam Dewa Shiwa, sekarang dikenal dengan nama Gunung Semeru. Pada saat Sang Hyang Siwa datang ke pulau Jawa dilihatnya banyak pohon Jawawut, sehingga pulau tersebut dinamakan Jawa.
Lingkungan geografis pulau Jawa dan Bali memang cocok dengan lambang-lambang agama Hindu. Dalam agama Hindu ada kepercayaan tentang Gunung Meru, Gunung Meru dianggap sebagai rumah tempat bersemayam dewa-dewa dan sebagai sarana penghubung di antara bumi (manusia) dan Kayangan. Banyak masyarakat Jawa dan Bali sampai sekarang masih menganggap gunung sebagai tempat kediaman Dewata, Hyang, dan makhluk halus.[butuh rujukan]
Menurut orang Bali, Gunung Mahameru dipercayai sebagai Bapak Gunung Agung di Bali dan dihormati oleh masyarakat Bali. Upacara sesaji kepada para dewa-dewa Gunung Mahameru dilakukan oleh orang Bali.
Betapapun upacara tersebut hanya dilakukan setiap 8-12 tahun sekali hanya pada waktu orang menerima suara gaib dari dewa Gunung Mahameru. Selain upacara sesaji itu orang Bali sering datang ke daerah Gua Widodaren untuk mendapat Tirta suci.
Sisi Lain Kehidupan Penendang Sesajen di Semeru: Sering Jadi Imam Masjid dan DO dari UIN
Sering Jadi Sesajen, Ini 5 Makanan dan Minuman yang Dipercaya Punya Makna Mistis
Burung Ibis Kerap Dijadikan Sesajen untuk Dewa Thoth di Zaman Mesir Kuno
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: