Sabtu, 29 MARET 2025 • 13:36 WIB

Rihlah, Perjalanan Mencari ilmu yang Mengubah Kehidupan Migrasi Masyarakat Jawa

Author

Kemiskinan masyarakat Jawa era penjajahan Belanda.

INDOZONE.ID - Masyarakat Jawa sudah sangat lama hidup menetap di satu wilayah, faktor utama dari hal ini adalah karena tanah di pulau Jawa yang sangat subur sehingga masyarakat Jawa tidak perlu berpindah-pindah hanya untuk hidup, dan ditambah dengan munculnya kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Jawa yang mengikat penduduk di wilayahnya.

Masyarakat Jawa dan migrasi.

Pada masa pemerintahan VOC dan Belanda pada abad ke-16 hingga abad ke-20, banyak masyarakat Jawa yang terpaksa migrasi ke wilayah/negara lain, yang mayoritas diperdagangkan untuk menjadi budak.

Hal ini tentu membuat masyarakat Jawa yang memiliki ikatan yang kuat dengan orang-orang dilingkungannya dan telah memiliki hubungan yang intim dengan tanah/wilayah dimana mereka lahir, merasakan kemarahan yang luar biasa dan merespons kebijakan tersebut dengan melakukan berbagai macam bentuk perlawanan-perlawanan fisik maupun nonfisik.

Disisi lain, ajaran agama Islam yang pada saat itu mulai berkembang pesat di tanah Jawa, berpengaruh dalam mengubah pandangan masyarakat Jawa tentang migrasi/bepergian karena dalam Islam, salah satu rukunnya (hal yang harus dilakukan) adalah pergi haji menuju tanah suci (Makkah dan Madinah), sehingga, meskipun masyarakat Jawa yang sebelumnya hanya hidup menetap, mereka dengan sukarela pergi dari tempatnya tinggal untuk menuju tanah suci dan bahkan tinggal di sana.

Baca Juga: 5 Arti Mimpi Sungai Meluap Menurut Primbon Jawa

Pemukiman orang Jawa di Makkah dan Madinah.

Menurut Achmad Habibul Alim Mappiasse dalam artikelnya yang berjudul “NUSANTARA DAN MEKAH ABAD 19”(2023), Makkah dan Madinah yang merupakan tempat berkumpulnya ulama-ulama besar dari berbagai tempat, dimanfaatkan oleh jamaah haji Jawa untuk tidak hanya menunaikan ibadah haji, tapi juga menuntut ilmu kepada ulama-ulama disana, dan nantinya ilmu tersebut dibawa kembali ke tanah air untuk disebarkan kepada para umat muslim di wilayahnya masing-masing.

Banyaknya masyarakat Jawa yang menetap disana, memunculkan suatu perkumpulan yang disebut sebagai “koloni Jawa” yang nantinya, perkumpulan ini akan memberikan perlawanan politik kepada pemerintahan kolonial.

Tanah suci yang pada saat itu merupakan bagian dari kesultanan Utsmaniyah, membuatnya juga menjadi tempat bertukarnya gagasan politik dari negara-negara lain, hal ini menyadarkan para umat muslim Jawa tentang mereka sebagai bagian dari dunia Islam dan situasi politik di tanah air mereka.

Sehingga koloni Jawa di tanah suci, mencoba untuk berperan dalam menjaga, melindungi, dan memperkuat kehidupan beragama di daerah asalnya masing-masing, juga menggaungkan gerakan anti-Belanda dengan menyampaikan ideologi politik dalam kerangka keagamaan, jauh sebelum gerakan nasionalis yang berkembang di Nusantara.

Semangat mencari ilmu umat muslim.

Dalam Islam, setidaknya ada 4 jenis perjalanan, yaitu Haji/umroh, Hijrah (perjalanan karena alasan agama, ekonomi, politik dan semacamnya), Ziarah (kunjungan ke tempat suci atau kuburan), dan Rihlah (perjalanan untuk mencari ilmu pengetahuan).

Baca Juga: Mistos atau Fakta: Orang Jawa Berada di Mana-mana, Yuk Sama-sama Kita Pahami!

Gagasan Rihlah inilah yang mendorong umat Islam Jawa, untuk bepergian ke berbagai tempat, khusus ke Makkah dan Madinah, untuk belajar dan mencari ilmu selama bertahun-tahun, yang puncaknya terjadi pada ke-19, ketika adanya peningkatan drastis jamaah haji dari Nusantara karena sarana dan prasarana yang lebih memadai, seperti digunakannya kapal uap untuk mengantarkan jamaah haji.

Meskipun pada masa lalu umat muslim dianjurkan untuk mencari ilmu di tanah suci, namun pada dasarnya, ajaran Islam memahami bahwa segala ilmu pengetahuan dapat berasal dari mana saja, sehingga “Rihlah” ini lebih seperti dorongan bagi kaum muslim untuk mencari ilmu apapun yang dapat diambil manfaatnya demi kebaikan sesama makhluk hidup.

Pada masa kini, kisah tersebut dapat dijadikan inspirasi bagi kita semua yang hidup di masa digital dan globalisasi, terlepas dari apapun latarbelakang kita, untuk jangan terlalu tertutup di dalam pikiran/kelompok kita sendiri.

Kita terkadang perlu keluar dari sana atau pindah ke tempat lain, lebih terbuka terhadap ilmu dari orang yang memiliki pendapat berbeda, mencari sebanyak-banyaknya ilmu dan memahaminya ilmu tersebut, untuk menyiapkan kita akan apapun yang mungkin terjadi di masa depan dan melihat kompleksitas dunia yang sebenarnya.

Banner Z Creators Undip.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: Jurnal Al-Hikmah