Kategori Berita
Media Network
Sabtu, 30 NOVEMBER 2024 • 21:18 WIB

Mengenal Dino Geblag dalam Budaya Jawa: Pantangan-pantangan Unik dalam Kepercayaan Masyarakat Bandungan

Slametan sebagai Perayaan Peristiwa tertentu di Jawa. (Instagram/@mu_faiz)


INDOZONE.ID - Mengapa masyarakat Jawa masih menghormati pantangan pada Dino geblag?

Hingga saat ini kepercayaan masyarakat Jawa terhadap roh masih sangat melekat. Masyarakat Jawa percaya bahwa roh orang yang sudah meninggal masih di sekeliling mereka dan bisa melihat orang-orang yang masih hidup. Dalam perspektif antropologi kepercayaan terhadap adanya roh disebut dengan animisme.

Cara yang dilakukan Masyarakat Jawa untuk membentuk hubungan dengan orang yang telah meninggal adalah diwujudkan dalam bentuk ritual dan do’a sesuai dengan kepercayaan

Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Siti Khori’ah selaku warga lokal Kecamatan Bandungan, Dina Geblag merupakan hari kematian seseorang yang meninggal pada hari itu. Biasanya ditandai pada perhitungan pasaran kalender Jawa yakni: Legi, Pahing, Pon, Wage, Kliwon.

Baca Juga: Menguak Ritual Sesaji Rewanda: Tradisi Sakral di Goa Kreo Semarang 

Misalnya seorang kakek meninggal pada Senin wage, maka hari itu disebut sebagai hari na’as. Akan Tetapi perhitungan tersebut juga didasarkan pada perhitungan jam meninggalnya seseorang, contohnya seorang kakek tersebut meninggal hari sabtu legi setelah waktu sholat maghrib sekitar pukul 18.30, maka hari na’asnya menjadi minggu kliwon. Hal ini juga berkaitan dengan perhitungan dalam Islam, dimana apabila sudah memasuki waktu maghrib maka sudah berganti hari.

Sebagian Masyarakat Jawa masih percaya dengan adanya pantangan pada Dino Geblag atau hari kematian seseorang. Berdasarkan hasil wawancara dengan Pak Suratman, selaku warga lokal dan petani di Kecamatan Bandungan Dino Geblag terjadi setiap selapan pisan atau 30 hari sekali dalam setiap bulannya.

Maka pada hari itu Masyarakat Jawa percaya akan membawa malapetaka atau kesialan, sehingga tidak melanggar pantangan misalnya yang paling sering dilakukan oleh Masyarakat Desa Candi, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang ketika hari na’as adalah karena sebagian besar masyarakatnya berprofesi sebagai petani, yaitu tidak berani menanam bibit sayuran, memanen sayuran, mencari obat dan tidak bepergian jauh.

Baca Juga: 5 Tarian Unik di Eropa yang Penuh Keindahan dan Tradisi Budaya

Karena apabila melanggar pantangan tersebut, maka orang itu akan mendapatkan kesialan seperti sayuran yang ditanam menjadi tidak subur, sayuran yang dipanen tidak ada yang membeli, dan apabila bepergian akan banyak mengalami hambatan di dalam perjalanannya.

Akan Tetapi jika ada suatu hal yang mendesak dan harus dilakukan, biasanya sebelum keluar rumah berdo’a agar selalu diberi keselamatan oleh Allah dan mendoakan orang yang sudah meninggal dengan membaca do’a menurut kepercayaannya masing-masing.

Biasanya yang paling sering dilakukan oleh Masyarakat muslim Nahdlatul Ulama’ adalah dengan cara ziarah kubur, dan membaca surat Yasin dan Tahlil sebagai penangkal atau penawar. Dina Geblag atau na’as ini masih turun temurun dan menjadi sebuah tradisi.

Hal tersebut mengartikan bahwa Masyarakat Jawa masih sangat kental dalam menjaga tradisi sebagai bentuk penghormatan terhadap nenek moyang atau leluhur.

Banner Z Creators Undip.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: Amatan

BERITA TERKAIT
BERITA TERBARU

Mengenal Dino Geblag dalam Budaya Jawa: Pantangan-pantangan Unik dalam Kepercayaan Masyarakat Bandungan

Link berhasil disalin!