Kategori Berita
Media Network
Sabtu, 19 APRIL 2025 • 14:45 WIB

Tari, Strata, dan Taktik: Wayang Wong sebagai Cermin Stratifikasi Sosial di Yogyakarta Kolonial

Wayang Wong Yogyakarta di masa lampau.

INDOZONE.ID - Saat masa Sultan Hamengkubuwono V memerintah, seni pertunjukan Wayang Wong di wilayah Yogyakarta tidak sekedar ajang ekspresi budaya belaka.

Namun, dibalik kesenian tersebut terdapat refleksi struktur sosial yang rumit serta punya benang merah yang terhubung oleh intrik politik serta rasial.

Kaitannya dengan konstruk struktur sosial yang lahir di era itu, pentas Wayang Wong punya stempel kuat yang menggoreskan realitas stratifikasi sosial yang terkait beragam elemen seperti persoalan estetika, status sosial, bahkan asal-usul rasial para pemainnya.

Pengkonstruksian kelas-kelas tersendiri berlandaskan kepada perspektif estetika dan prestise sosial yang muncul di masyarakat, dengan melalui lapisan-lapisan teknis artistik dalam mengatur teknik menari dan penempatan penari diatur sedemikian.

Dalam paradigma kelas sosial itu bisa dipahami melalui unsur dari gagasan mengenai kesamaan dalam kekuasaan, hak istimewa, dan prestise antar anggotanya.

Baca Juga: Mitos Kisah Cinta Sunan Kalijaga dan Nyi Roro Kidul: Asmara Mistis di Balik Ombak Pantai Selatan

Kelas sosial kaitanya dengan konteks ini, bukanlah sebuah ketetapan mutlak nan kaku, tapi terwujud oleh perbedaan relatif yang tidak selalu mutlak.

Bahkan bila melihat di dalam praktiknya, perbedaan antar kelas bisa saling melengkapi. Tapi, pada kenyataan sosial masa lalu cara hidup tertentu tetap dinilai lebih tinggi karena memberikan keuntungan dan kehormatan lebih besar.

Maka bisa disiratkan bahwasanya seni tari Wayang Wong menjadi medan arena yang mencerminkan bentuk ketimpangan sosial yang dikemas dalam ekspresi budaya.

Analisis sejarah yang mengenai pembagian sosial dan rasial di Yogyakarta pada awal abad ke-19 menunjukan terdapat sekat antar golongan asing seperti China, Arab, dan India telah menetap di wilayah kesultanan. Mereka ini punya peran ekonomi yang cukup besar pada masa itu.

Kelompok masyarakat China sendiri, misalnya, punya jangkaun peran dari beragam profesi seperti pedagang, pengelola gerbang tol, juru tulis, guru, sampai pemilik pabrik gula. Data itu memperlihatkan dari sisi ekonomi, masyarakat China tidak punya posisi di strata paling bawah.

Bahkan, mereka tampil sebagai pembayar pajak yang patuh dan mengalami peningkatan kekuatan ekonomi, terutama pada masa pemerintahan Hamengkubuwono III.

Namun demikian, aspek politik dan sosial memperlihatkan dinamika yang lebih tajam. Figur Tan Jin Sing, seorang Kapiten Cina yang kemudian diangkat menjadi Tumenggung Secodiningrat, menjadi simbol perubahan sosial yang dramatis sekaligus menjadi pemicu ketegangan antar kelas.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: Humaniora, Fenomena Kelas Penari Wayang Wong Di Yogyakarta

BERITA TERKAIT
BERITA TERBARU

Tari, Strata, dan Taktik: Wayang Wong sebagai Cermin Stratifikasi Sosial di Yogyakarta Kolonial

Link berhasil disalin!