INDOZONE.ID - Upacara Adang atau disebut juga sebagai Adang Tahun Dal, merupakan tradisi unik yang dilakukan oleh Keraton Surakarta Hadiningrat setiap delapan tahun sekali.
Kata Adang berasal dari "tanak" yaitu memasak nasi. Akan tetapi, upacara ini tidak hanya tentang memasak nasi saja, tetapi juga sebagai sarana untuk menghubungkan manusia dengan alam dan kekuatan spiritual.
Upacara Adang di Kasunanan Surakarta, merupakan ritual yang kaya akan makna simbolis dan mistis.
Pada tahap awal ini, dilakukan penjamasan atau pembersihan dhandhang pusaka Kyai Dudo yang merupakan peralatan masak tua, berupa tempat menanak nasi milik Dewi Nawangwulan.
Dhandhang ini berusia lebih dari 500 tahun. Perlu diketahui, benda ini sering dikaitkan dengan mitos tentang Dewi Nawangwulan dan Jaka Tarub.
Baca Juga: Misteri Kerbau Bule Keramat Saat Malam Satu Suro di Surakarta
Setelah dibersihkan, dhandhang tersebut digunakan untuk menanak nasi. Air yang digunakan, berasal dari mata air Pengging, Mungup, Cokrotulung, Bonowelang, dan Sumur Jolotundo. Untuk memanaskannya menggunakan api abadi di Makam Kyai Ageng Selo di Grobogan.
Perlengkapan, seperti periuk bernama Nyai Rejeki dan perlengkapan lainnya, dibuat khusus untuk sekali pakai.
Tanah yang digunakan untuk membuat tungku berasal dari makam Imogiri, kayu bakarnya dari Donoloyo Wonogiri, dan airnya bersumber dari air suci, seperti Dlepih Kahyangan.
Selama proses penanakan nasi, abdi dalem akan terus membaca zikir, dan selawat selama satu malam.
Saat nasi sudah matang akan dilakukan pisowanan yang artinya menghadap raja di Kajongan Ndalem Ageng pada keesokan harinya.
Kemudian, raja akan membagikan nasi tersebut kepada kerabat dan abdi dalem.
Upacara Adang melambangkan rasa syukur kepada alam. Terdapat proses memasak, dan penyajian makanan di dalam upacara ini.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Skripsi Makna Simbolis Mistis Upacara Adang Di Kasunanan Sur