Ilustrasi pernikahan Kawin Tangkap. (Freepik)
INDOZONE.ID - Kejadian kawin tangkap atau kawin paksa terhadap seorang wanita di Nusa Tenggara Timur (NTT) baru-baru ini menjadi viral.
Kejadian ini dianggap sebagai sebuah peristiwa yang sangat serius, dengan pelaku menghadapi ancaman hukuman penculikan.
Pada Kamis (7/9/2022), sekitar pukul 12.00 WITA, sejumlah pemuda terlihat menangkap seorang wanita dan membawanya masuk ke dalam sebuah mobil pikap di Waimangura, Wewewa Barat, Kabupaten Sumba Barat, NTT.
Detik-detik wanita diculik dalam tradisi Kawin Tangkap di Sumba Barat, NTT. (INstagram/fakta.indo)
Dalam laporan tersebut, pelaku yang terlibat dalam kawin tangkap ini diidentifikasi sebagai Yohanis Bili Tanggu, yang merupakan warga Desa Wekura, Kecamatan Wewewa Barat.
Sementara korban dari tindakan ini adalah Dinansiana Malo, yang berasal dari Kelurahan Weetabula, Kecamatan Kota Tambolaka.
Baca Juga: Ma'Nene, Tradisi Khas Suku Toraja Hormati Para Leluhur, Jasad Dibersihkan dan Diberi Pakaian Baru
Kejadian ini menyoroti seriusnya tindakan kawin tangkap atau kawin paksa, yang merupakan tindakan yang tidak hanya melanggar hak asasi manusia, tetapi juga dapat berakhir dengan konsekuensi hukum yang serius bagi para pelakunya.
Ilustrasi pernikahan Kawin Tangkap. (Freepik)
Tradisi kawin tangkap, yang juga dikenal dengan sebutan "kawin paksa" atau "kawin culik," adalah praktik yang melibatkan penculikan seorang wanita oleh seorang pria dengan tujuan untuk memaksa wanita tersebut menikahinya.
Meskipun istilah "tradisi" digunakan dalam konteks ini, penting untuk diingat bahwa tindakan ini tidak selalu dilakukan secara sah atau sah dalam konteks hukum modern.
Berikut beberapa poin yang perlu diketahui tentang tradisi kawin tangkap:
Tradisi kawin tangkap telah ditemukan dalam berbagai budaya dan wilayah di seluruh dunia, meskipun istilah dan praktik ini dapat berbeda-beda tergantung pada masyarakat dan konteksnya.
Praktik ini tidak terbatas pada satu kelompok etnis atau agama tertentu.
Tradisi kawin tangkap sering kali memiliki akar dalam sejarah dan budaya tertentu.
Baca Juga: Suasana Tradisi Baritan di Dusun Bakalan Desa Wonodadi, Kabupaten Blitar
Dalam beberapa kasus, ini mungkin berhubungan dengan adat atau tradisi tertentu yang telah ada selama berabad-abad.
Praktik kawin tangkap sering kali dianggap sebagai pelanggaran hak asasi manusia, karena melibatkan penculikan, tekanan, atau kekerasan terhadap wanita, yang dapat merusak hak mereka untuk memilih pasangan hidup mereka sendiri. Ini juga dapat berujung pada kehidupan pernikahan yang tidak bahagia.
Tindakan kawin tangkap adalah ilegal dan dapat mengakibatkan penuntutan hukum terhadap pelakunya.
Namun, dalam beberapa kasus, tradisi ini mungkin masih dilakukan tanpa tindakan hukum yang tegas.
Di beberapa tempat, upaya telah dilakukan untuk mengakhiri tradisi kawin tangkap dan mengedukasi masyarakat tentang hak-hak individu dalam memilih pasangan hidup mereka.
Baca Juga: Sejarah April Mop, Tradisi Iseng yang Mulai Dipopulerkan Sejak Tahun 1700
Organisasi dan aktivis hak asasi manusia sering berperan penting dalam mengadvokasi perubahan sosial terkait masalah ini.
Banyak wanita dan kelompok masyarakat lainnya telah berjuang melawan tradisi ini dan menolaknya. Kesadaran tentang bahaya dan dampak negatif dari kawin tangkap telah menguatkan gerakan perlawanan terhadap praktik ini.
Penting untuk mencatat bahwa meskipun tradisi kawin tangkap masih ada di beberapa tempat, banyak negara dan masyarakat telah berusaha untuk mengakhiri atau mengurangi praktik ini karena kesadaran akan dampak buruknya terhadap hak asasi manusia dan kesejahteraan individu.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Berbagai Sumber