Kurikulum berbasis pendidikan Eropa membentuk lulusan dengan keterampilan administrasi dan pola pikir rasional yang sesuai dengan kepentingan kolonial.
Beberapa lulusan ELS kemudian menjadi bagian dari birokrasi pemerintahan Hindia Belanda.
Posisi strategis mereka dalam administrasi kolonial memperkuat peran elite pribumi dalam struktur sosial yang telah terbentuk.
Gerakan nasionalisme berkembang dengan pengaruh dari pendidikan di ELS. Beberapa lulusan ELS mulai mengkritik sistem kolonial setelah memahami ketimpangan yang terjadi.
Pemikiran kritis mereka berkembang karena paparan terhadap ilmu pengetahuan dan sistem pendidikan Eropa.
Ki Hajar Dewantara termasuk salah satu tokoh yang menentang kebijakan pendidikan kolonial dengan mendirikan Taman Siswa.
Sistem pendidikan alternatif ini bertujuan memberikan akses pendidikan bagi rakyat pribumi tanpa diskriminasi sosial.
Kesenjangan pendidikan akibat sistem ELS masih berdampak pada sistem pendidikan di Indonesia saat ini.
Akses terhadap pendidikan berkualitas lebih mudah diperoleh oleh mereka yang berasal dari keluarga mampu.
Sekolah dengan kurikulum terbaik seringkali hanya dapat diakses oleh kelompok ekonomi atas.
Ketimpangan ini menjadi tantangan bagi sistem pendidikan nasional, dalam mencapai pemerataan dan keadilan pendidikan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Journal Unnes