INDOZONE.ID - Perang Emu atau dikenal dengan The Great Emu War merupakan gerakan militer untuk mengatasi permasalahan burung emu.
Emu merupakan jenis burung besar yang tidak dapat terbang di dunia, selain burung unta. Burung emu merupakan spesies burung asal Australia asli.
Emu menjadi masalah besar karena merusak banyak panen di bagian barat Australia. Para peternak mengeluh tentang kerusakan tersebut.
Perang Emu ini berawal di November 1932 saat tiga anggota dari Royal Australian Artillery turun untuk menyisihkan sekira 20.000 emu menggunakan senapan mesin (machine gun).
Setelah dua bulan perang, kurang dari 1000 emu terbunuh sehingga ini menjadi bahan ejekan nasional dan internasional untuk Australia.
Habitat burung emu berada di Australia. Mereka cenderung tinggal di negara bagian utara, tenggara, dan selatan. Pada umumnya, emu akan bermigrasi ratusan kilometer untuk mencari makanan dan minuman.
Namun, pada 1922, pemerintah Australia mengubah status burung emu dari spesies yang harus dilindungi menjadi “hama” selepas mereka melakukan banyak kerusakan terhadap tanaman penting, seperti gandum.
Kawanan burung ini melobangkan pagar sehingga hewan lain bisa ikut merusak hasil panen. Tidak hanya itu, saat burung emu makan, mereka cenderung menginjak-injak tanaman lain sehingga membuat seluruh daerah tersebut rusak.
Kekeringan yang membuat ratusan burung emu bermigrasi ke sisi barat Australia, terjadi pada 1932. Alhasil, mereka merusak hasil panen para peternak, termasuk daerah Campion District.
Campion District merupakan tempat para veteran dan purnawirawan Perang Dunia I yang telah menetap di Australia sebagai bagian dari program pemerintah.
Mereka bukan petani yang berpengalaman. Tetapi, mereka sudah berjuang sejak awal. Banyak petani yang meninggalkan tanah mereka, saat terjadinya perang Emu.
Kerusakan yang mereka dapatkan membuat ekonomi menjadi terancam di tengah-tengah depresi besar atau keadaan krisis ekonomi pada 1929 hingga 1930-an.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Britannica, The Hindu