Sejarah Hari Kartini, Sang Pahlawan Emansipasi Perempuan (dispusip.pekanbaru.go.id)
INDOZONE.ID - Raden Ajeng (RA) Kartini adalah sosok pahlawan perempuan pertama Indonesia yang lahir pada 21 April 1879 di Karesidenan Jepara.
Sebagai keturunan keluarga bangsawan, Kartini memiliki kesempatan untuk mengenyam pendidikan, suatu hak Istimewa yang tidak dimiliki oleh banyak orang pada masanya.
Raden Ajeng Kartini atau RA Kartini. (Wikipedia).
Melalui pendidikannya, Kartini mulai menyadari pentingnya mencerdaskan perempuan Indonesia yang saat itu sangat minim akses pendidikan.
Impiannya ini terwujud dengan mendirikan Sekolah Kartini pada 1903 di Jepara, bersama temannya, Rukmini. Akan tetapi, sekolah tersebut tidak terurus setelah Kartini menikah dan pindah ke Rembang bersama suaminya.
Setelah menikah dan tinggal di Rembang, Kartini juga mendirikan Sekolah Kartini. Meski begitu, karena terbatasnya dana, sekolah tersebut tidak dapat beroperasi dalam jangka waktu lama.
Baca Juga: Fakta Menarik RA Kartini yang Jarang Diketahui: Ternyata Ada Kaitannya dengan Mataram Islam
Kartini meninggal pada 1904. Untuk mengenang dan melanjutkan perjuangannya, Tuan dan Nyonya C. Th. Van Deventer menginisiasi penggalangan dana yang dikenal sebagai Kartini Fonds (Dana Kartini).
Kartini Fonds merupakan dana yang dibentuk untuk meneruskan perjuangan Kartini dalam memajukan pendidikan bagi perempuan di Indonesia.
Terinspirasi oleh visi Kartini, Van Deventer menggalang dukungan dana dari masyarakat Belanda dan pihak lainnya untuk mendirikan sekolah-sekolah khusus perempuan, yang dikenal sebagai Sekolah Kartini.
Kartini Fonds bertujuan menyediakan akses pendidikan bagi perempuan pribumi, terutama di Jawa, agar mereka mendapatkan kesempatan belajar yang setara.
Berkat dana ini, sekolah-sekolah Kartini mulai didirikan di kota-kota besar di Jawa sejak 1913, seperti Semarang, Jakarta, dan Bogor, lalu diikuti di kota-kota lainnya.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Krinok: Jurnal Pendidikan Sejarah Dan Sejarah