Rawa Pening adalah salah satu destinasi wisata yang menarik untuk melepas penat di Jawa Tengah.
Terletak hanya 40 menit dari Kota Semarang, danau alami seluas 2.670 hektare ini menawarkan panorama indah dengan pemandangan pegunungan yang memukau.
Asal usul terbentuknya Rawa Pening dihubungkan dengan sebuah legenda menarik. Kisahnya bermula dari sebuah desa bernama Ngasem yang terletak di lembah antara Gunung Merbabu dan Telomoyo.
Baca Juga: Menikmati Sunset dan Keindahan Destinasi Wisata dari Karimun Jawa yang Mengagumkan
Di desa tersebut tinggal sepasang suami-istri bernama Ki Hajar dan Nyai Selakanta. Mereka dikenal sebagai pasangan yang pemurah dan suka menolong, sehingga sangat dihormati oleh masyarakat sekitar.
Nyai Selakanta menginginkan seorang anak, dan untuk mewujudkannya Ki Hajar bertapa di lereng Gunung Telomoyo. Nyai Selakanta merawat kehamilannya dengan sabar dan keajaiban pun terjadi.
Saat melahirkan, yang lahir dari perutnya bukanlah seorang anak manusia, melainkan seekor naga yang diberi nama Baru Klinthing. Baru Klinting memiliki kemampuan berbicara seperti manusia meski berwujud naga.
Nyai Selakanta merasa malu dan merawat Baru Klinting dengan rahasia. Namun, ketika Baru Klinthing dewasa, ia memutuskan untuk menemui ayahnya yang bertapa di lereng Gunung Telomoyo.
Setelah meyakinkan Ki Hajar dengan membawa pusaka tombak miliknya, Baru Klinthing diperintahkan untuk bertapa di Bukit Tugur agar tubuhnya berubah menjadi manusia.
Sementara itu, ada sebuah desa bernama Pathok yang sangat makmur namun penduduknya angkuh. Mereka bermaksud mengadakan pesta sedekah bumi dan berburu binatang di Bukit Tugur.
Sayangnya, mereka menangkap dan memotong-motong daging Baru Klinthing untuk dijadikan hidangan pesta. Saat para warga sedang berpesta, Baru Klinthing yang telah berubah menjadi manusia muncul dan meminta makanan, namun ia malah diusir.
Baru Klinting meninggalkan desa dan bertemu dengan seorang janda tua bernama Nyi Latung. Nyi Latung mengajaknya ke rumahnya dan memberinya makanan.
Dalam perbincangan mereka, Baru Klinthing memberi saran agar warga diberi pelajaran. Ia meminta Nyi Latung untuk menyiapkan alat penumbuk padi dari kayu jika mendengar suara gemuruh.
Baru Klinting kembali ke pesta desa dengan membawa sebatang lidi dan menancapkannya ke tanah. Ia meminta warga mencabut lidi tersebut, tetapi tak seorang pun yang berhasil melakukannya.
Baca Juga: Grojogan Klenting Kuning: Kisah Ande Ande Lumut & Mata Air Suci
Dengan kekuatannya, Baru Klinthing mampu mencabut lidi tersebut dengan mudah. Suara gemuruh menggentarkan seluruh desa, dan air pun menyembur keluar dari tanah.
Banjir besar terjadi, dan seluruh penduduk desa Pathok tenggelam dalam air yang meluap. Desa yang dulu makmur berubah menjadi rawa atau danau yang kini dikenal dengan nama Rawa Pening.
Setelah kejadian itu, Baru Klinting kembali menemui Nyi Latung yang telah menunggu di atas lesung yang berfungsi sebagai perahu. Mereka berdua selamat dari bencana tersebut. Baru Klinting kemudian kembali menjadi naga untuk menjaga Rawa Pening.
Dengan adanya mitos yang terkait dengan Rawa Pening, tempat ini menjadi lebih menarik. Kisah Baru Klinting yang menjadi naga dan menjaga danau ini memberikan daya tarik tersendiri.
Selain menikmati keindahan alam, pengunjung dapat merenungkan dan menghayati nilai-nilai moral yang terkandung dalam cerita tersebut.
Artikel Menarik Lainnya:
- Lebih Dekat Melihat Sam Poo Kong, Destinasi Wisata Populer di Semarang
- Intip Pesona Pegunungan dan Air Hijau di Kawah Ijen, Bau Belerang Menyimpan Keindahan
- Melihat Puncak Gunung Rinjani dengan View Alam yang Memanjakan Mata
- Pantai Drini Jogja Punya Ombak yang Besar Jadi Incaran Peselancar Internasional
- Intip Pesona Gemercik Air dan Pasir Putih di Pantai Pok Tunggal di Gunung Kidul Jogja
Konten ini adalah kiriman dari Z Creators Indozone. Yuk bikin cerita dan konten serumu serta dapatkan berbagai reward menarik! Let’s join Z Creators dengan klik di sini.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: