Badak Jawa merupakan salah satu spesies yang paling terancam. Pada tahun 2018, populasinya di alam liar hanya tersisa 50 ekor dan hanya ditemukan di kawasan Taman Nasional Ujung Kulon.
Populasi spesies ini penah mengalami titik kritis di tahun 1960-an, dimana hanya ditemukan 20 ekor saja. Oleh karenanya sejak 1980-an hingga saat ini perkembangan populasnya cukup stabil pada kisaran 40-60 ekor.
Jumlah tersebut masih dianggap cukup riskan dari kepunahan. Di masa lampau badak jawa tidak hanya ada di pulau Jawa, melainkan tersebar hingga ke Asia daratan mulai dari Vietnam sampai ke Benggal, India. Perburuan besar-besaran disinyalir menjadi penyebab utama penyusutan populasinya.
Berdasarkan laporan National Geographic, Indonesia sendiri pada abad ke-18 badak jawa pernah dianggap sebagai hama yang mengganggu tanaman perkebunan.
Bahkan pada pemerintahan kolonial Belanda yang berkuasa saat itu pernah diadakan sayembara dengan hadiah sebesar 10 gulden bagi siapa saja yang berhasil membunuh spesies tersebut.
Nama ilmiah Badak Jawa adalah Rhinoceros sondaicus. Penamaan itu diambil dari bahasa Yunani, “rhino” yang berarti hidung, “ceros” berarti cula.
Sedangkan “sondaicus” merujuk pada kata “Sunda” yang berada di pulau Jawa. Dalam bahasa Inggris disebut Javan Rhino.
Ada tiga spesies bapak yang masih hidup, yakni Badak Jawa, Badak Sumatera dan Badak India hidup di Asia. Badak Jawa memiliki satu cula sama dengan Badak India, namun ukuran tubuh Badak Jawa jauh lebih kecil.
Dari penelitian Haryanto P. Putro berjudul "Heterogenitas Habitat Badak Jawa di Taman Nasional Ujung Kulon", dijelaskan bahwa badak Jawa hidup di hutan-hutan tropis yang selalu hijau dengan curah hujan tinggi.
Baca juga: Terlalu Lama Menatap Layar Ponsel, Laptop, hingga Televisi Bisa Menyebabkan Kebutaan Dini
Di Pulau Jawa, hewan ini pernah ditemukan di hutan-hutan dataran tinggi maupun hutan dataran rendah. Pada tahun 1939, seorang botanis kelahiran Jerman, Franz Wilhelm Junghun, pernah melaporkan melihat badak di sekitar puncak Gunung Gede.
Sebelum memasuki abad ke-19, selain di Pulau Jawa, Badak Jawa ditemukan ditemukan hidup di daratan Asia. Beberapa penelitian melaporkan keberadaan hewan ini di Bengal, India, Banglades, Indocina, Cina Tenggara, semenanjung Malaya dan Sumatera.
Di awal abad ke-20 masih dilaporkan terdapat Badak Jawa di Burma, Laos, Kamboja dan Vietnam. Badak jawa terakhir yang ada di luar Pulau Jawa terdapat di Taman Nasional Cat Tien Vietnam dan diketahui telah punah pada tahun 2011.
Dari penelitian Colin P. Groves dan David M. Leslie berjudul "American Society of Mammalogists", di Indonesia, sebelum abad ke-19 Badak Jawa dipastikan pernah hidup di Pulau Sumatera dari Aceh hingga ke Lampung. Sedangkan keberadaannya di Pulau Jawa tersebar hingga ke Jawa Tengah.
Perilaku Hidup
Badak Jawa termasuk hewan herbivora, makanan utamanya hijauan berupa pucuk atau tunas tanaman. Beberapa jenis tanaman yang digemari satwa ini antara lain kedondong hutan (Spondias pinnata), segel (Dillenia excelsa), sulangkar (Leea sambucina) dan tepus (Amomum spp).
Badak Jawa hidup sekitar 30-40 tahun. Setiap kehamilan biasanya mengandung hanya 1 anak. Tidak diketahui dengan pasti berapa lama Badak Jawa mengandung, tetapi diperkirakan selama 15-16 bulan. Begitu juga dengan rentang antara kehamilan, namun diperkirakan sekitar 2-3 tahun.
Badak Jawa hewan yang soliter alias penyendiri, tak pernah ditemukan berkelompok. Bahkan di habitat aslinya di Ujung Kulon, keberadaannya amat jarang dijumpai. Bukti-bukti kehidupannya diketahui dari jejak-jejak dan kamera tersembunyi. Salah satu kegemarannya berkubang di dalam air atau lumpur.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: