Warisan Budaya Tiongkok Cetak Saring /Sablon
INDOZONE.ID - Cetak sablon, yang dikenal juga dengan sebutan cetak saring, pertama kali ditemukan di China pada masa Dinasti Song (960-1279 Masehi).
Pada awalnya, teknik ini digunakan untuk mencetak uang kertas. Sebelum ditemukan sutra, orang China memanfaatkan rambut manusia untuk membuat kain kasa atau jaring tipis yang digunakan mencetak pola atau desain.
Rambut manusia dipilih karena kekuatan dan kelembutannya, memungkinkan tinta atau cat dapat ditekan melalui lubang-lubang kecil di kain tersebut.
Untuk melindungi desain dan memastikan ketajamannya, orang China menggunakan beberapa lapisan stensil tahan air.
Namun, seiring penggunaan rambut manusia yang lebih kuat dan tahan lama, kebutuhan akan lapisan stensil berkurang.
Pada abad ke-17, teknik cetak sablon dikembangkan lebih lanjut di Jepang oleh Yuzenzai Miyazaki dan Zikukeo Hirose.
Mereka mengadaptasi teknik ini untuk mencetak desain pada kain kimono. Sebab, pada masa itu, muncul larangan penggunaan tulisan tangan pada kimono.
Jepang, yang dikenal dengan keahlian seni grafis, kemudian mengembangkan teknik stensil dengan media penyaring untuk menghasilkan cetakan motif-motif rumit.
Baca Juga: Sejarah Hari Batik Nasional: Momentum Warisan Budaya Bangsa yang Harus Dilestarikan
Pada 1907, Samuel Simon, seorang inovator asal Inggris, membuat terobosan besar dalam teknik cetak sablon dengan menggunakan sutra sebagai bahan untuk mencetak pola.
Inovasi ini menyebabkan penyebaran teknik cetak sablon ke Amerika Serikat. Pada 1924, teknik ini mulai diterapkan pada bahan tekstil, khususnya sutra.
Selama Perang Dunia II, sablon digunakan untuk mencetak spanduk, poster, dan bahan-bahan lainnya yang diperlukan untuk keperluan perang.
Seiring perkembangan teknologi, cetak sablon makin pesat, dengan munculnya berbagai inovasi. Motif yang awalnya sederhana, kini makin kompleks.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Jurnal Humaniora