Kategori Berita
Media Network
Senin, 22 APRIL 2024 • 08:05 WIB

Alasan Mengapa Masyarakat Indonesia Kerap Adakan Ritual Tolak Bala, Bagian Tradisi Budaya Leluhur?

Ilustrasi ritual tolak Bala. (Freepik)

INDOZONE.ID - Indonesia merupakan negeri yang kaya akan budaya dan tradisi, menyimpan banyak ritual unik yang terus diwariskan dari generasi ke generasi. Salah satunya adalah ritual tolak bala, sebuah praktik yang bertujuan untuk menolak atau menjauhkan bala (bencana, penyakit, atau kesialan) dari individu, keluarga, atau bahkan seluruh masyarakat.

Dari Sabang sampai Merauke, ritual tolak bala hadir dalam beragam bentuk. Ada yang sederhana seperti membakar dupa dan menaburkan bunga, hingga yang lebih kompleks seperti upacara adat dengan sesajen dan tarian khusus. Contohnya, masyarakat Jawa mengenal tradisi Larung Sesaji di Gunung Merapi untuk menenangkan roh gunung, sementara di Bali, ritual Mecaru dilakukan untuk membersihkan lingkungan dari energi negatif.

Lalu, apa sebenarnya yang membuat ritual tolak bala begitu populer di Indonesia? Apakah hanya sekadar kepercayaan mistis atau ada penjelasan ilmiah di baliknya? Artikel ini akan mengupas tuntas misteri di balik ritual tolak bala dari berbagai sudut pandang, mulai dari akar budaya dan sejarah, hingga penjelasan ilmiah dan psikologis, serta sisi mistis yang melekat pada praktik ini.

Warisan Leluhur yang Mengakar Kuat

Sejarah panjang ritual tolak bala di Indonesia bermula sejak zaman animisme dan dinamisme, ketika masyarakat percaya bahwa setiap benda memiliki roh atau kekuatan gaib. Mereka berusaha hidup berdampingan dengan alam dan makhluk halus dengan melakukan ritual-ritual tertentu, termasuk ritual untuk menjauhkan diri dari bencana dan penyakit.

Baca Juga: 7 Fakta Unik dan Menarik Bulan Februari yang #KAMUHARUSTAU: Berkaitan dengan Ritual Pembersihan hingga Fenomena Angkasa

Pengaruh Hindu-Buddha kemudian memperkaya bentuk ritual tolak bala dengan konsep karma, reinkarnasi, dan dewa-dewi. Masyarakat mulai melakukan persembahan dan doa kepada dewa-dewi untuk memohon perlindungan dan keselamatan. Salah satu contohnya adalah legenda Roro Jonggrang, yang membangun seribu candi dalam semalam untuk menghindari kutukan Bandung Bondowoso. Meskipun kisahnya berbalut mitos, tradisi membangun candi sebagai bentuk penghormatan kepada dewa-dewi masih lestari hingga kini.

Masuknya Islam ke Indonesia turut mewarnai tradisi tolak bala dengan nilai-nilai tauhid dan syariat. Doa-doa dan bacaan ayat suci Al-Quran menjadi bagian penting dari ritual tolak bala, menggantikan mantra-mantra dan praktik pemujaan roh. Namun, beberapa unsur budaya lokal tetap dipertahankan, menciptakan akulturasi unik antara tradisi asli dan ajaran Islam. Contohnya, tradisi Larung Sesaji di Gunung Merapi, yang awalnya merupakan bentuk penghormatan kepada roh gunung, kini dimaknai sebagai bentuk sedekah dan rasa syukur kepada Tuhan.

Ritual tolak bala pada dasarnya merupakan bentuk kearifan lokal masyarakat Indonesia. Melalui ritual ini, masyarakat berusaha untuk hidup selaras dengan alam, menghormati leluhur, dan menjaga keseimbangan kosmos. Di tengah modernisasi dan perkembangan zaman, ritual tolak bala masih lestari sebagai bukti kekayaan budaya dan spiritualitas masyarakat Indonesia.

Penjelasan Ilmiah dan Psikologis

Di balik sisi mistisnya, ternyata ada penjelasan ilmiah dan psikologis yang menarik tentang efektivitas ritual tolak bala. Salah satunya terkait dengan konsep "locus of control" dalam psikologi, yaitu sejauh mana individu merasa memiliki kendali atas peristiwa-peristiwa dalam hidupnya.

Orang dengan "internal locus of control" cenderung percaya bahwa mereka memiliki kendali atas nasib mereka sendiri, sementara orang dengan "external locus of control" merasa bahwa nasib mereka ditentukan oleh faktor-faktor eksternal seperti keberuntungan atau takdir.

Baca Juga: Sapu Lidi: Tolak Bala, Ritual Penyembuh Bayi dan Alat Penolak Hujan dalam Budaya Jawa

Ritual tolak bala, dengan segala simbolisme dan doanya, dapat memberikan rasa kontrol dan ketenangan bagi individu, terutama mereka yang cenderung memiliki "external locus of control". Dengan melakukan ritual, mereka merasa telah berusaha untuk mencegah hal-hal buruk terjadi, sehingga mengurangi rasa cemas dan khawatir terhadap masa depan yang tidak pasti.

Selain itu, efek plasebo juga berperan penting dalam menjelaskan keampuhan ritual tolak bala. Efek plasebo adalah fenomena di mana seseorang mengalami perbaikan kondisi kesehatan atau psikologis setelah menerima pengobatan palsu atau intervensi yang tidak memiliki efek farmakologis.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: Berbagai Sumber

BERITA TERKAIT
BERITA TERBARU

Alasan Mengapa Masyarakat Indonesia Kerap Adakan Ritual Tolak Bala, Bagian Tradisi Budaya Leluhur?

Link berhasil disalin!