INDOZONE.ID - Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) tak hanya memiliki panorama alamnya yang memukau, tetapi juga punya kerajinan khasnya yang unik seperti kain tenun.
Kain atau tais dalam bahasa NTT yang penuh filosofi ini, bagi masyarakat NTT juga melambangkan simbol identitas, tempat dan pangkat, dari bentuk tais yang digunakan. Beragam motif dan warna dibuat dengan teknik tenun tradisional yang unik.
Warna tenun mempunyai arti tersendiri, seperti hitam melambangkan malam, arah utara, dan lambang untuk kaum wanita yang disebut Tais Feto. Para wanita menggunakan kain ini dengan cara diikatkan pada dada. Bentuknya seperti sarung dengan ukuran sekitar 2 meter.
Baca Juga: Alasan Pepohonan di Bali Diikat Kain Hitam Putih, Ternyata Bukan Buat Hiasan
Sedangkan warna merah melambangkan siang, arah selatan dan lambang kaum pria yang biasa disebut Tais Mane. Kain yang dipakai para pria ini diikatkan pada pinggang dan berbentuk seperti selimut dengan ukuran 3 meter.
Motif pada Tais Belu umumnya abstrak dan kecil. Para pria biasanya memakai tenun bermotif vertikal yang mengandung makna tanggung jawab para laki-laki kepada keluarganya.
Biasanya tenun ini dipakai masyarakat Belu ketika acara adat seperti pernikahan, kematian dan pesta. Tais juga menandakan suku dan asalnya.
Di Belu terdapat 4 suku yaitu suku Kemak, Buna, Tetun dan Dawan. Masing-masing suku mempunyai motif dan paduan warna tais yang berbeda-beda, yang merupakan aneka macam pemahaman suku tentang keindahan, kontak budaya, kedudukan sosial dan kehidupan.
Baca Juga: Misteri Danau Kelimutu, Danau Tiga Warna di NTT Dipercaya Jadi Tempat Berkumpul Arwah Tukang Sihir
Seperti Suku Tetun yang mempunyai ciri khas motif eduk, fatuk kabelak, dan cruz, yang menyimbolkan kehidupan sosial dan penerimaan agama Kristen.
Terdapat tiga jenis teknik tenun tais yaitu futus (ikat), sui (sulam) dan fafoit (songket). Motif yang mengaplikasikan tiga teknik tenun ini disebut motif raja, karena dianggap sebagai citra dari kuasa dan memiliki kekuatan supranatural, gagah berani dan tangguh.
Biasanya dipakai oleh para bangsawan. Sedangkan rakyat biasa memakai kain sederhana bahkan tanpa motif yang disebut tais sorulos.
Konsep eco fashion pada Tais Belu masih dipertahankan dan dilestarikan dengan memakai pewarna alami yang berasal dari kunyit, daun jati, batang mahoni, indigo dan akar mengkudu. Tenun ini juga telah menjadi bahan fashion desainer di luar negeri.
Baca Juga: Kisah Sepasang Batu yang Memilukan di NTT, Konon Sering Berpindah-pindah Secara Misterius
Beberapa tahun belakangan,Tais Belu mendapat apresiasi serta menjadi primadona di berbagai tempat hingga mancanegara, dengan beragam motif dan warna. Ada sekitar 100 pengrajin Tais Belu yang berasal dari 8 kelompok tenun.
Belu yang beribu kota Atambua dan berbatasan langsung dengan Timor Leste ini, produk tenun ikatnya telah menjelajah hingga ke Moscow, Belanda, Paris dan Singapura.
Bahkan pernah mendapat penghargaan dari Dewan Kerajinan Tangan Dunia atau WCC (World Crafts Council) karena keindahannya dan mempunyai filosofi yang dalam tentang sejarah.
Dahulu tenun hanya dikerjakan secara sambilan di saat musim kemarau, namun sekarang kegiatan menenun menjadi sumber pendapatan ibu-ibu membantu perekonomian keluarga.
Writer: Ananda Fachreza Lubis
Konten ini adalah kiriman dari Z Creators Indozone.Yuk bikin cerita dan konten serumu serta dapatkan berbagai reward menarik! Let's join Z Creators dengan klik di sini.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Z Creators